8 Apr 2012

Ternyata Tidak

23:54 27 Comments

sumber gambar disini

Aku terbangun dan kembali mendapatimu tengah memandang keluar dengan mata yang kosong, lagi. Diam mematung, berdiri disana tanpa jiwamu. Memandang namun tak melihat, karena kau tengah sibuk menjelajahi imaji yang tak bertanah. Wajah sedihmu terangkat ke atas seperti tengah mengendus mimpi yang hilang setelah kau bangun.

Aah, kau terlihat begitu malang sayang, karena itulah aku membenci keadaanmu yang sekarang.

Perlahan aku mendekatimu, namun kehadiranku bahkan tak sedikitpun mampu menganggu dunia dalam benakmu. Lagi dan lagi aku kembali memeras otak untuk menjawab pertanyaan sederhana ‘Apa yang bisa kulakukan untuk membuatmu lebih bahagia? Lebih hidup?’ namun sekeras apapun aku mencoba—aku terus menerus gagal menemukan jawabannya.

4 Apr 2012

Definisi Yang Baru

19:14 19 Comments

sumber gambar disini


Kehidupan adalah drama yang skenarionya masih merupakan misteri bagi pemain drama itu sendiri. Sejak awal hingga akhir, sutradara drama itu mungkin akan mengeluarkan sedikit instruksi dan perintah tak-terbantahkan. Namun sisanya, para pemain dalam drama itu harus berimprovisasi sendiri. Menentukan langkah, ucapan, dan tindakan mereka sendiri—tanpa tahu akan jadi seperti apa akhir cerita mereka nantinya, atau akan menjadi apa dan bagaimana mereka nantinya.

Bagi Nora, akhir drama itu adalah kematian karena kanker tyroid ganas yang sudah menggerogoti tubuhnya—di umur yang baru menginjak 36 tahun. Ia seorang ibu rumah tangga biasa, dengan 1 suami dan 1 anak laki-laki. 

Ia cantik, pintar, dan kerap menjadi tempat bergantung orang-orang di dalam hidupnya. Kemampuannya mendengarkan dan mencerahkan, menyayangi dan memerhatikan—menjadi daya ‘magnet’ bagi orang-orang untuk terus menempel padanya.

3 Apr 2012

Aku Hanya Ingin Pulang

00:38 18 Comments

sumber gambar disini

“sudah berapa lama kamu tidak pulang?”


Pertanyaan dalam chat dari teman lama itu menimbulkan tawa. Tentu, seperti biasanya aku tetap mengetik kalimat ceria yang seakan menggambarkan betapa ‘baik-baik saja’nya duniaku. Namun di hati, ada bagian yang tertawa miris sembari menahan tangis.

Pulang? Pulang kemana? Aku tidak punya rumah. Aku ini hanyalah perempuan muda di awal 20 tahunan yang tak tahu harus pulang kemana jika sudah lelah. Jika ingin air matanya dihapus, bahkan untuk bersandar sejenak.

Rumah yang ditempati ibuku saat inipun, hanyalah rumah milik ayahku yang akan segera menjadi milik perempuan lain. Rumah itu bukan milik ibuku, maka tak akan mampu kusebut ‘rumahku’ bukan begitu?
Daisypath Anniversary tickers