9 Jun 2013

Jujur atau Bohong? Cara Menemukan Kebenarannya Lewat Ekspresi dan Kata-kata


sumber gambar disini

Analisis Micro-Expression dan Statement Analysis pada Tahanan Polda Metro Jaya

Behavioral sciences sejak lama telah digunakan untuk menjelaskan bagaimana cara berpikir seseorang, perasaan, perilaku, hingga respon sosialnya. dalam ilmu ini juga dikembangkan alat bantu untuk mengeksplorasi pikiran dan emosi. Menurut Bower et al (1988) emosi mengandung perasaan, sensasi batin, dan segala perubahan perasaan dan tindakan. Emosi juga terlibat dalam pembentukan motivasi, self-regulation, dan signaling dari seseorang (Bower, et al., 1988).

Paul Ekman dalam tulisannya “Are There Basic Emotions” menjabarkan bahwa terdapat 10.000 lebih ekspresi wajah yang dapat timbul dari kombinasi 5 otot wajah. memang kemudian tidak semua kombinasi ini memiliki makna, dan hanya sekitar 3000 saja yang memiliki arti di baliknya. Oleh karena kombinasi 5 otot wajah ini berlaku bagi setiap manusia tanpa memandang ras, jenis kelamin, dan sebagainya, maka terdapat ekspresi dasar seperti gembira, terkejut, takut, sedih, marah, jijik, dan menghina (merendahkan) yang merupakan  ekspresi mikro yang muncul secara spontan dan berlaku secara universal. Sementara gestur dan perilaku lainnya seperti mengedipkan mata atau gestur tangan misalnya, bisa saja dipengaruhi oleh nilai budaya dan pemahaman di tempat tertentu(Ekman, Are There Basic Emotions?, 1992)


Namun intensitas ekspresi mikro ini dapat juga berbeda diantara negara-negara yang ada, seperti yang dijelaskan dalam penelitian  Biehl, Matsumoto, Ekman, dan Hearn ( 1997), orang Jepang misalnya, menunjukkan intensitas ekspresi marah, takut, dan sedih yang lebih besar. Orang Amerika memiliki ekspresi menghina yang bervariasi, atau orang Vietnam yang memiliki ekspresi jijik yang bervariasi (Ekman, Are There Basic Emotions?, 1992)

Paul Ekman (2009) mendefinisikan micro-expressions sebagai “ekspresi emosional keseluruhan wajah yang terjadi secara bersamaan dalam satu waktu, berlangsung sekejap dari durasi biasanya, begitu cepat hingga biasanya tidak terlihat”. Menurut Ekman, micro-expression ini adalah ekspresi sekejap yang hadir dalam interaksi manusia dan menunjukkan apa yang sebenarnya orang tersebut rasakan, meski jika orang tersebut tidak mengetahui bahwa dia merasa demikian.  Wajah merupakan bagian tubuh yang memiliki reaksi dan respon tercepat dari otak, dan merupakan lokasi pertama dari tubuh untuk mengekspresikan emosi.

Ekspresi wajah biasanya muncul saat seseorang melihat atau mendengar sesuatu yang dinamis dan bergerak, misalnya saat seseorang mendengar petir, muncul ekspresi takut, atau ekspresi gembira seorang suami yang mendengar istrinya hamil. Namun, Ekman dalam tulisannya “Facial Expression and Emotion” menjelaskan bahwa gerakan tubuh harus turut dianalisis, karena gabungan ekspresi wajah dan gerakan tubuh dapat menimbulkan arti yang berbeda, misalnya apabila seseorang menutupi wajah sedihnya dengan tangan, maka ini bisa berarti ‘shame’ (malu)  (Ekman, Facial Expression and Emotion, 1993).

Menurut Paul Ekman, 90% dari orang yang berbohong membuat 35 kesalahan yang berbeda-beda seperti gerakan wajah yang disengaja, voice tics, dan gestur gugup. Di sisi lain, hanya 73% aparat penegak hukum yang mampu mendeteksi kebohongan ini, sementara rata-rata polisi percata bahwa 70-80% orang berbohong. Secara alamiah, pendeteksi kebohongan ini dilakukan melalui penilaian ‘kata-kata yang tidak cocok dengan ekspresi wajahnya’ atau ‘gestur tubuh yang tidak cocok dengan suaranya’.

Dalam penelitiannya “Body Position, Facial Expression, and Verbal Behavior During Interviews”, Paul Ekman mencari hubungan antara perilaku non-verbal dan verbal yang secara serentak dipancarkan dalam interview mengenai stress. Penelitian ini mengungkapkan bahwa dalam interview, informasi-informasi yang ada disampaikan secara verbal, namun juga dapat terlihat dari perilaku non-verbalnya seperti posisi tubuh dan ekspresi wajah. Perilaku non-verbal ini misalnya gesture komunikasi yang mudah dilihat seperti senyuman dan jabat tangan, hingga gesture yang sulit dilihat seperti goyangan tubuh, hentakan kaki, dan arah pandangan. Ekman menyatakan bahwa perilaku non-verbal ini menyampaikan informasi yang lebih banyak dan lebih jujur dibandingkan verbal (Ekman, 1964).

Dalam jurnalnya yang lain yaitu “Detecting Deception From The Body or Face”, Ekman dan Friesen menyatakan bahwa perilaku non-verbal mengungkapkan bagaimana perasaan dan pemikiran seseorang, bahkan disaat mereka menyembunyikannya. Dalam hal ini, bahasa tubuh bahkan lebih banyak menunjukkan informasi yang akurat mengenai pikiran dan perasaan dibandingkan wajah, karena mengontrol gerakan tubuh menjadi lebih sulit dibanding mengatur ekspresi wajah. Dan jika-pun seseorang berusaha mengontrol gerakan tubuhnya, pada sebagian besar kasus, orang cenderung gagal mempertahankan konsistensi gerak tubuhnya (Ekman & Friesen, Detecting Deception From The Body or Face, 1974)

Maka dari itu, analisis micro-expression merupakan unsur yang penting dalam investigasi ataupun interview seseorang, karena dari sanalah kita dapat mengetahui kebenaran dari apa yang disampaikan oleh seseorang. Ilmu ini sendiri telah lama mendapat tempat dalam upaya penegakan hukum  seperti yang dijelaskan oleh Reni Wardhani, Ketua Bidang Pengembangan Profesi Asosiasi Psikolog Forensi Indonesia dalam seminar “Role of Micro Expression”, micro expression memiliki peranan penting untuk mencegah bias keterangan saksi yang dapat mengaburkan proses penyidikan dengan mengobservasi mimic wajah serta respon gerakan seseorang terhadap suatu kejadian atau pertanyaan. Penyidik dapat menggunakan micro expression agar lebih cermat memerhatikan petunjuk dan kemungkinan yang ada pada pola-pola ekspresi, komunikasi verbal maupun non-verbal. Micro expression memang tidak dapat dijadikan alat bukti untuk memvonis seseorang bersalah atu tidak, karena hukum di Indonesia masih menganut hukum positif yang mengandalkan keterangan dari kesaksian dan pengakuan (online institute, 2013).

Subyek pada penelitian ini adalah Tahanan Polda Metro Jaya yaitu Ibu B, 42 Tahun, tersangka kasus pemalsuan dokumen dan sudah berada di dalam tahanan selama 4 bulan. Ibu B merupakan ibu dari dua anak yang berumur 15 tahun dan 9 bulan. Ia berasal dari keluarga menengah-keatas, dimana banyak anggota keluarganya bekerja di bidang penegakan hukum (pengacara, polisi).

Ibu B jelas memiliki intelejensia tinggi. Hal ini dapat diketahui dari pemilihan kata-kata dan maknanya saat ia tengah berbicara, atau pengakuannya yang merupakan pegawai dengan jabatan cukup tinggi di sebuah Kantor Swasta. Ibu B juga merupakan pribadi yang memerhatikan penampilannya, ia bahkan menggunakan kuteks merah-bata serta make-up lengkap saat tengah saya wawancara. Sejak awal, sudah terdapat defense mechanism yang ditunjukkan oleh Ibu B, dimana ia berusaha untuk memperbaiki citranya sebagai tahanan (tersangka kejahatan).

Wawancara yang saya lakukan terdiri atas beberapa bagian, dimana proses pembangunan rapportnya berjalan dengan menanyakan keluarga dan latar belakang ibu B. Pertanyaan kemudian juga berkisar pada keadaan sel, perasaan subyek karena ditahan, aktifitas, serta interaksi sesama-tahanan yang dilakukan ibu B selama ditahan di tempat tersebut. Saya juga mencoba untuk membicarakan mengenai kasus pemalsuan dokumen yang ia alami, namun memperoleh penolakan secara halus maupun tegas.

Dalam penelitian ini, meskipun ibu B sebenarnya menunjukkan banyak informasi secara non-verbal maupun verbal, namun saya memfokuskan analisis penelitian ini pada 3 ekspresi yang intensitasnya cukup tinggi dan jelas terlihat yaitu ekspresi saat ibu B berbohong, tidak nyaman (gelisah/cemas) atau takut, serta saat sedih.

Ekspresi yang Ditunjukkan Saat Berbohong

Paul Ekman dalam penelitiannya mengenai emosi dan ekspresi wajah, menyusun konsep FACS yang mampu membantu investigator dalam menerjemahkan arti dari berbagai ekspresi wajah, terutama kebohongan. Saya juga akan memadukan konsep Ekman dengan penelitian Boe dalam “The Truth About Lying” yang menyatakan bahwa selain penipu, orang yang terpaksa berbohong, dan politisi, kebanyakan orang akan merasa tidak nyaman saat berbohong dan menunjukkan perilaku curang ini dalam bahasa tubuhnya. Menurut Boe, pergerakan mata, hidung, dan mulut bersama dengan gestur tangan merupakan 4 isyarat utama dalam mendeteksi kebohongan (Boe, 2006).

Menurut Sumpter dalam “Nonverbal Signs of Deception”, dalam mendeteksi kebohongan, penting untuk melihat apakah kata-kata seseorang sesuai dengan ‘pesan’ yang disampaikan oleh gerak tubuh atau wajahnya. Seseorang bisa saja memalsukan ekspresinya, namun akan tetap menunjukkan kesalahan. Misalnya, jika seseorang memberikan senyuman palsu, matanya akan cenderung menunjukkan simptom yang tidak sesuai dengan bibirnya  (Sumpter, 2008).

Konsep inilah yang akan saya gunakan dalam menganalisis kebohongan narasumber. Adapun dalam kasus Ibu B, kecendrungan berbohong ini saya temukan setiap kali beliau tengah menjawab pertanyaan mengenai kasus dan pelapornya, serta saat menjawab pertanyaan “Apakah disini ada yang menyelundupkan barang yang tidak seharusnya?”. Adapun micro-expression yang saya temukan adalah:

1.    Pupil mata membesar,cenderung mengedipkan mata, menghindari kontak mata, dan menoleh ke arah kanan. Ibu B menggigit bibir bawahnya, mata berkedip dengan cepat, dan menghindari kontak mata. Ia juga mengalihkan pandangannya kea rah kanan sebelum menolak menjawab lebih jauh. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Boe (2006) bahwa seseorang akan melihat kearah kiri atasnya saat memikirkan mengenai masa lalu dan kearah kanan atasnya saat memikirkan mengenai masa depan (merencanakan sesuatu). Maka, Ibu B yang justru melihat kearah kanan atas saat tengah menjelaskan kasusnya yang terjadi di masa lalu, memiliki kemungkinan besar untuk berbohong.

2.    Sering menelan ludah. Ibu B berkali-kali menelan ludah dan membasahi bibir bawahnya dengan lidah.

3.    Bermain dengan jari, meremas-remas jari dan tangannya berulang kali. Ibu B kerap menunjukkan perilaku dimana jarinya ditautkan atau menggosok-gosok tangan kanannya.

4.    Tangan cenderung menyentuh mulu, tenggorokan, dan wajah. Hal ini sesuai dengan penjelasan Boe dalam tulisannya “The Truth About Lying” yang menyatakan bahwa saat orang tengah berbicara bohong, mereka cenderung akan meletakkan jarinya di bibir seakan-akan tengah menyaring kata-katanya (speak no evil), menggaruk atau menyentuh area di sekitar matanya (see no evil), dan menyentuh area disekitar telinganya (hear no evil) (Boe, 2006).  Ibu B juga berkali-kali menyentuh kacamata dan telinganya. Begitu juga saat saya bertanya mengenai barang selundupan, ibu B menggigiti dan menyentuh bibirnya.

5.    Gerakan tubuh terbatas, dimana tangan dan kaki Ibu B lebih ke dalam tubuh dan sangat terlihat menjaga jarak.

6.    Cenderung defensif, dimana Ibu B menolak secara tegas dan singkat untuk menjawab pertanyaan saya.

Selain micro-expression, saya juga akan menganalisis kecendrungan berbohong ini dengan metode verbal dengan menggunakan konsep McClish yaitu Statement Analysis. Adapun menurut McClish, pendeteksian kebohongan lebih baik menggunakan metode verbal dibandingkan non-verbal yang sulit untuk dianalisis, membutuhkan waktu banyak untuk diproses, dan memiliki resiko besar dalam misinterpretasi. Pernyataan McClish ini didukung oleh penelitian yang diadakan oleh  Etcoff, Ekman, Magee, dan Frank (2000) yang menjelaskan bahwa orang yang memiliki kemampuan untuk mengerti kata-kata (aphasics) lebih mampu mengenali kebohongan dibandingkan mereka yang hanya memperhatikan ekspresi wajah maupun gerak tubuh.

Hal ini juga dijelaskan di dalam Dalam jurnal “What You Say and How You Say It”, Ekman, Friesen, dan Scherer menemukan bahwa selain analisa bahasa non-verbal, analisis konten pembicaraan juga sama pentingnya. Misalnya apabila seorang perempuan berbohong mengenai perasaan negatif yang ia rasakan, maka perilaku non-verbal yang ia tunjukkan tidak akan terlalu signifikan. Untuk itulah kemudian kita dapat menganalisa konten pembicaraan individu tersebut (Ekman, Friesen, & Scherer, What You Say and How You Say It: The Contribution of Speech Content and Voice Quality to Judgments of Others, 1985).

McClish kemudian menyusun sebuah konsep untuk mendeteksi kebohongan yang ia sebut dengan Statement Analysis. Konsep ini tidak bertujuan untuk membaca pikiran seseorang, namun lebih pada menganalisis definisi dan grammar dari kata-kata seseorang, yang lebih jelasnya berupa  (McClish, 2011):

1.          Huh Factor: dalam penelitian McClish mengenai telfon darurat di Amerika Serikat yaitu 911, operator biasanya akan berusaha melacak laporan dari orang yang menelfon tersebut dengan memberikan pertanyaan rinci mengenai kasusnya, misalnya “Istri anda jatuh dari ketinggian berapa?”. apabila kemudian muncul jawaban seperti “Huh?”, “What?”, atau “Do what?”, ditemukan bahwa 91% dari penelfon ini justru menjadi pelaku dari kasus tersebut.
Kecendrungan perilaku ini juga ditunjukkan Ibu B saat ditanya mengenai “Siapa yang melaporkan Ibu?”, ia menjawab dengan “Hah? Apa? Oh… Adalah, orangnya.”

2.          Resistance in Answering: Dalam penelitian lainnya pada saluran 911, McClish menemukan bahwa apabila penelfon menolak untuk menjawab pertanyaan yang relevan, ditemukan bahwa 100% penelfon tersebut merupakan pelakunya. Misalnya operator bertanya apa yang terjadi pada korban, namun penelfon menjawab “Hanya itu yang bisa aku laporkan”.
Kecendrungan perilaku ini ditunjukkan ibu B saat beliau menolak dengan keras saat saya berusaha bertanya lebih lanjut mengenai kasusnya “Hmm.. ya, saya hanya bisa ngasih tau itu doang.”.

3.          Stalling for Time: apabila investigator mengajukan pertanyaan dan pelaku menjawabnya dengan terlebih dahulu mengulang pertanyaan itu misalnya, maka terdapat kemungkinan besar pelaku bersalah atau mengetahui mengenai kejahatan tersebut. misalnya dalam kasus pencucian uang, pelaku menjawab dengan “Hah? Apa aku terlibat dalam kasus ini? Tidak.” Seseorang yang akan berbohong biasanya melakukan ini untuk mengulur waktu untuk berpikir sejenak sebelum menjawab.
Kecendrungan perilaku ini juga saya temukan saat tengah menanyakan “Tapi disini ada nggak Bu, yang diam-diam menyelundupkan handphone?” ibu B menjawab dengan “Ha? Menyelundupkan handphone? Oh.. Ya.. Nggak ada, dong, kan sudah ada telfon koiiin..”

4.          Yes or No: apabila investigator mengajukan pertanyaan yang jawabannya berupa “tidak” atau “iya”, namun pelaku justru menjawab secara implisit, maka besar kemungkinannya ia bersalah. Misalnya investigator bertanya “Apakah kamu membunuhnya?”, maka jawaban seharusnya adalah “tidak” atau “iya”, namun pelaku kejahatan biasanya menjawab dengan “aku bukan orang yang seperti itu” dan sebagainya.

Saat saya bertanya mengenai “Apa Ibu memang benar melakukannya (kejahatan tersebut)?” Ibu B tidak menjawab “Iya” atau “Tidak”, namun “Melakukannya? Yah, gimana ya.. Namanya juga orang, semuanya pasti pernah melakukan kesalahan…”

Ekspresi yang Ditunjukkan Saat Merasa Tidak Nyaman

Oleh karena wawancara kami dilakukan di ruang terbuka dimana di sekitar kami banyak petugas kepolisian yang berlalu lalang, merekam, bahkan mendengarkan isi wawancara kami, ibu B kerap menunjukkan ekspresi gelisah, tidak nyaman, bahkan manipulatif.

Misalnya saat dihadapkan dengan pertanyaan mengenai petugas, arah pandangan ibu B akan terpaku dan mengawasi petugas yang terdekat. Selama wawancara, ibu B juga berkeringat dingin padahal kondisi ruangan saat itu tidak terlalu panas. Saat ada seorang petugas yang menghampiri kami dan merekam wawancara ini, kebetulan saya sedang mengajukan pertanyaan mengenai petugas. Menyadari keberadaan petugas tersebut, ibu B menjawab dengan hal-hal baik dengan intonasi dan volume suara yang keras, pitch dalam suaranya juga naik menjadi lebih nyaring.

Ibu B juga kerap memelintir tissue yang saya berikan dengan tangannya, serta cenderung meremas-remas tissue tersebut saat dihadapkan dengan pertanyaan mengenai petugas, pelanggaran dalam tahanan, serta kasusnya.

Saat saya bertanya mengenai kemungkinan penjara, ibu B menunjukkan micro-expression takut, yaitu alis mata naik dan menyatu, kelopak mata naik dan menegang, serta bibir horisontal ke arah telinga. Ibu B juga mencengkram kursi dengan tangannya, serta kaki bergerak secara berlebihan.

Pada akhir wawancara, ibu B tiba-tiba mengeluh ia sakit perut dan meminta izin untuk segera kembali ke sel-nya. Alasan ini juga berubah-ubah karena beberapa saat selanjutnya ia justru mengaku ia sedang menunggu suaminya.

Ekspresi yang Ditunjukkan saat Merasa Sedih dan Menyesal

Selama proses wawancara ini, Ibu B menunjukkan ekspresi santai dan nyaman yang paling intens saat tengah membicarakan anak dan keluarganya. Saat saya mengajukan pertanyaan mengenai reaksi keluarganya yang sebagian besar bekerja di bidang penegakan hukum, ibu B menunjukkan ekspresi ‘shame’ (malu) dan ‘sad’ (sedih) yang ditunjukkan melalui bahu yang turun, menghela nafas berat, sudut bibir turun, dan menghindari kontak mata. intonasi suaranya juga melambat dan kehilangan tekanan-tekanan, volume suara ibu B juga mengecil hingga nyaris tak terdengar.

Bahkan, saat membicarakan anaknya, ibu B sempat menangis. Ekspresi sedih yang timbul di wajahnya merupakan ekspresi yang genuine, sesuai dengan penjelasan Ekman dimana ekspresinya terlebih dahulu memasuki ‘wajah netral, sebelum  kelopak matanya turun, sudut bibir ke arah bawah, dan kehilangan fokus di mata. suaranya juga melembut, volume suara menurun, dan tekanan suaranya menghilang.

Tangisan ibu B ini juga merupakan ekspresi yang jujur, sesuai dengan penelitian Brinke et al dalam “Crocodile Tears: Facial, Verbal, and Body Language Behaviors Associated With Genuine and Fabrocated Remorse” yang menyatakan bahwa saat seseorang benar-benar menangis atau menyesal, ia akan lebih banyak menunjukkan keraguan dalam kata-katanya seperti “um..”, “uh..”, atau “ee..”  (Brinke, MacDonald, Porter, & O'Connor, 2012).

DAFTAR PUSTAKA

Biehl, M., Matsumoto, D., Ekman, P., & Hearn, V. (1997). Matsumoto and Ekman's Japanese and Caucasian Facial Expressions of Emotion (JACFEE): Reliability Data and Cross-National Differences. Journal of Nonverbal Behavior , 3.
Boe, J. (2006). The Truth About Lying. Agency Sales , 50.
Bower, G., Campos, J., Carpenter, P., Ekman, P., Klatzky, R., Suomi, S., et al. (1988). Basic Behavioral Sciences. Schizophrenia Bulletin .
Brinke, L., MacDonald, S., Porter, S., & O'Connor, B. (2012). Crocodile Tears: Faial, Verbal, and Body Language Behaviours Associated With Genuine and Fabricated Remorse. Law and Human Behavior , 51-59.
Carbon, C., & Grammer, K. (2011). Nonverbal Signals. Retrieved Juni 03, 2013, from Globalemotion.com: http://www.globalemotion.de/nonverbal-signals.html
Ekman, P. (1964). Body Position, Facial Expression, and Verbal Behavior During Interviews. Journal of Abnormal and Social Psychology , 295-301.
Ekman, P. (1992). Are There Basic Emotions? Psychological Review , 350-553.
Ekman, P. (1993). Facial Expression and Emotion. American Psychologist , 336-379.
Ekman, P., & Friesen, W. (1974). Detecting Deception From The Body or Face. Journal of Personality and Social Psychology , 238-298.
Ekman, P., Friesen, W., & Scherer, K. (1985). What You Say and How You Say It: The Contribution of Speech Content and Voice Quality to Judgments of Others. Journal of Personality and Social Psychology , 54-62.
Etcoff, N., Ekman, P., Magee, J., & Frank, M. (2000). Lie Detection and Language Comphrehension. 139.
Isenberg, A. (2011). Personality Type and The Successfull Liar.
McClish, M. (2011). Pitfalls and Opportunities in Nonverbal and Verbal Lie Detection. Psychological Science in The Public Interest , 89-121.
McClish, M. (2012). Why is Statement Analysis So Accurate? Retrieved Juni 04, 2013, from Statement Analysis: http://www.psychologicalscience.org/journals/pspi/pspi_10_6.pdf&usg=ALkJrhhedANOyxosoXXODfz-YX713WmfJA
online institute. (2013, Maret 07). Micro Expression, Pendeteksi Kebohongan Dalam Proses Peradilan. Retrieved Juni 03, 2013, from Online Institut: Lembaga Pers Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah: http://www.lpminstitut.com/2013/03/micro-expression-pendeteksi-kebohongan.html
Sumpter, J. (2008). Nonverbal Signs of Deception. Law & Order , 14.

5 komentar:

  1. Bisa juga diterapkan dikehidupan sehari-hari ya... Nambah ilmu baca artikel km ^^

    good job!!!

    BalasHapus
  2. hahaha iyalaaah, pelajarin aja ki, sekalian ngasah kemampuan untuk mendeteksi.. thank yoou ;)

    BalasHapus
  3. jd tertarik mempelajari micro expression lagi, dulu sempet suka beginian gara2 west series Lie to me :))

    BalasHapus
  4. Hai sahabat2 dunia maya... Apa kabar kalian Hari ini?
    Semoga sehat selalu ya..

    Oya sob, Pernah dengar tentang bahasa wajah apa belum?
    Ternyata dengan melihat beberapa ciri dari bagian wajah kita, kita bisa tahu kepribadian dari Orang tersebut, Ini cocok banget buat sobat yang lagi ngejar Gebetan.. hehhee..

    Simak ulasan lengkapnya di mari sob >> https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=882796765148128&id=882795181814953

    Oya, Like juga ya Fans Page Bahasa Wajah​ , Kamu bisa baca2 sifat dan karakter manusia dilihat dari bahasa wajahnya... Seru deh sob , so jangan sampai ketinggalan sob >> https://www.facebook.com/Bahasa-Wajah-882795181814953

    Atau Bisa Langsung di mari juga lho sob >> www.bahasawajah.blogspot.com

    BalasHapus
  5. Suka baca tulisan ini. I'm a big fan of Lie To Me. Kamu bikin saya keinget sm dr. Foster. Pengen bisa gini juga, tapi ya apalah daya.... :)

    BalasHapus

Daisypath Anniversary tickers