“There
are the women who are completely on our side.
Those who are wholly dedicated
and who have accepted our program in its entirety.
We should regard these women
as the most valuable or our treasures.
Without their help, we would never
succeed.”
sumber disini |
Setuju jika tulisan diatas digolongkan
romantis?
Jika dinilai dari kata-katanya, sepertinya
sih penulisnya ini seorang pujangga sejenis Shakespeare, atau malah pria yang
feminis, yang benar-benar mengerti dan memahami arti pentingnya perempuan dalam
hidupnya, ya?
Dari penggambarannya mengenai perempuan
yang dinilainya sebagai ‘yang paling berharga’ dan bahkan ‘harta karun’ itu,
kebayang tentunya, betapa klepek-klepeknya perempuan yang dihadiahi kata-kata
itu.
Dan gimana kalau kemudian saya beri
tahu anda bahwa tulisan itu adalah milik Sergey Nechayev, seorang penjahat kelas
kakap di era 80-an yang bahkan membuat Tsar di Rusia menggigil ketakutan?
Yup. Penulis kata-kata diatas adalah seorang
pembunuh, pembohong, pemeras, dan sekaligus merupakan sosok legendaris di Rusia
karena dia-lah yang menjadi sosok panutan bagi jutaan revolusioner di negeri
itu. Dan tulisan diatas merupakan pamflet yang ditulis oleh Nechayev sebelum ia
meninggal di usia yang relatif muda di penjara khusus Tsar, 35 tahun.
Tulisan Nechayev tersebut merupakan Revolutionary
Catechism yang paling terkenal hingga saat ini. Isinya penuh menyiratkan
propaganda atas doktrin-doktrinnya, dan secara keseluruhan, isinya tidak kalah
seram dengan isi majalah-majalah online kelompok teroris Al-Qaeda itu. Dalam tulisannya
yang berisi kurang lebih 26 poin tersebut, saya dibuat bergidik karena
pemikiran-pemikiran Nechayev yang luar biasa namun begitu radikal dan dalam banyak sisi, cukup mengerikan.
Lalu tiba-tiba, setelah 20 poin
statement yang membuat alis saya terangkat tinggi-tinggi, saya membaca poin 21
tentang kategori perempuan dalam perjuangan Revolusi ala Nechayev.
Dan saat itu juga saya melongo. Poin nomor
21 ini, terutama kategori ketiga, begitu lembut, romantis, dan penuh pujian—seperti
layaknya alien diantara poin-poin lainnya. Dan di detik itu juga saya berpikir,
bahwa penjahat legendaries seperti Nechayev ternyata JAUH lebih menghargai
perempuan lho, dibandingkan dengan orang-orang yang kerap mengaku dirinya tokoh
masyarakat itu!
Nechayev, yang kala itu tentunya dianggap ‘teroris’ oleh Tsar yang
ketakutan melihat gelombang besar yang ditimbulkan lelaki muda itu, ternyata memiliki
kualitas yang tidak dimiliki oleh begitu banyak orang yang kerap mengaku
dirinya pembela hak-hak yang lemah.
Pemikiran ini membawa saya agak lebih
jauh lagi dengan mengingat kata-kata seorang pejabat di tempat saya kerja. Beliau berkata,
“Teroris itu jauh lebih mulia dari
koruptor. Kamu bayangin, koruptor itu saat melakukan kejahatannya, dia memberi
keluarganya makanan dari uang haram. Udah gitu saat disidang, dia merepotkan
keluarganya pula dengan membeli harta haram dengan atas nama keluarganya, dalam
rekening istri dan anak-anaknya. Sedikit sekali koruptor yang ingat dengan
keluarga dan ibu kandungnya saat senang maupun saat sudah dipenjara.
Tapi teroris?
Waktu ditawari apa-apa, mereka itu selalu menolak. Katanya, ‘Pak, saya nggak
usah diperhatikan. Nggak usah diberi apa-apa. Saya cuma minta tolong Bapak urus
anak-anak dan istri saya.’ Kalau kamu lihat, kualitas individu teroris itu jauh
lebih baik dari koruptor! Pintar, loyal, tidak pernah mementingkan kepentingan
individu. Sekarang coba kamu bayangkan kalau program deradikalisasi pemerintah
berhasil, dan teroris ini tidak lagi radikal, dan kembali ke jalan yang benar? Bayangkan!
Betapa jaya-nya Indonesia nanti, karena memperoleh Sumber Daya Manusia yang
begitu luar biasa!”
Tuh, kan.
Tentunya pemikiran ini tak serta-merta
membuat saya mendukung aksi penuh kekerasan yang dilancarkan Nechayev maupun
para teroris. Tetap salah dong, menimbulkan korban tak bersalah seperti halnya
itu, dengan embel-embel apapun.
Namun ternyata dunia membuktikan bahwa
dirinya memang tak pernah terpisah mutlak menjadi putih dan hitam. Ada area
abu-abu yang begitu luas diantara keduanya.
Dan ironi-nya kemudian adalah, ternyata
terkadang, justru bagian paling ‘jahat’ dari masyarakat-lah yang menyadari
luar-biasanya arti seorang perempuan.
Mereka pula yang menyadari bahwa
perempuan bukanlah objek atau masyarakat kelas bawah, namun bagian penting dan
harta karun yang paling berharga bagi seorang laki-laki. Harta yang terus
diingat dan dijaga, bagaimanapun keadaan mereka.
Justru kemudian mereka yang beradab-lah, yang merasa dirinya kadung tinggi karena dilegitimasi oleh keyakinan yang seenaknya dipelintir-lah yang menunjukkan angka tertinggi dalam kasus kekerasan terhadap perempuan.
Sungguh, dunia ini abu-abu, kan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar