"Yang Selalu Ada"
Hipnotis
regresi.
Dari
sudut pandang dan kacamata logis manapun, Leia sudah menetapkan bahwa permainan yang tengah dilakoni oleh beberapa orang sahabatnya ini sejenis omong
kosong.
Konyol.
“Intinya, ini bukan jenis hipnotis yang sama dengan yang biasa dipakai
penjahat untuk menipu.” Agasha—mahasiswi tingkat akhir Fakultas Psikologi yang
tengah jadi pusat perhatian itu berkata lagi, memancing tawa dari audiens-nya. “Bagi kalangan psikiater, ini
salah satu terapi untuk menyembuhkan pasien. Hipnotis regresi ini memungkinkan kita untuk
mengingat masa lalu kita.”
“Sudah,
cantik.” Jawab Agasha ramah—tampaknya tak terpengaruh dengan tatapan penuh
tuduhan di mata cokelat Leia. “Penelitian mengenai hipnotis regresi ini bukan
penelitian kemarin sore, lho. Aku sudah ikut berbagai praktek-nya, bahkan
pernah membiarkan seorang expert menghipnotisku.” mata Agasha yang cokelat
menghujam penuh arti ke Leia. “Itu sebabnya, kamu harus
mencobanya sendiri, cantik.”
Dengan segera, Leia dihujani sorot mata seluruh orang yang ada, sorot yang penuh harapan, beberapa mengandung tantangan pada keberaniannya untuk membuktikan sesuatu yang ia remehkan.
“Huh.
Baiklah.” Leia menjawab malas. “Jadi, aku harus apa?”
Agasha
langsung bangkit dan menghampiri, seakan memang dari tadi sudah tak sabar dan
menanti-nanti kesempatan itu untuk menunjukkan atraksinya. Kaki panjang gadis
itu melangkah diantara penontonnya yang bersila diatas bangku batu, lalu
menekuk di sebelah Leia.
“Nah,
Leia. Kamu bisa berbaring di bangku ini.” Agasha menumpukkan beberapa tas agar
menjadi bantalan kepala darurat. “Pejamkan mata, dengarkan semua ucapanku, dan
buat tubuhmu jadi rileks.” Bagai marionette, Leia menuruti semua keinginan
Agasha. “Nah, tarik nafasmu pelan… hembuskan.. singkirkan keberadaan hal-hal
lainnya, fokus hanya pada suaraku dan nafasmu… lemaskan otot-ototmu.. lalu…”
Gelap.
Leia
seperti melayang tanpa bobot dalam kegelapan. Namun tak ada ketakutan dan rasa insecure yang biasa ia rasakan jika
berada di ruangan gelap. Hanya kedamaian dan keakraban, seperti berada di dalam
rahim ibu yang hangat.
Lalu,
tiba-tiba saja, dengan cepat, sesuatu menariknya ke belakang dengan keras. Leia
menjerit. Ia berusaha melawan—sebuah tindakan yang sia-sia. Karena kekuatan itu
terlalu besar. Ia berputar-putar tanpa irama dalam kegelapan.
*
* *
Ia
dipeluk. Bahu keras yang bidang dan cokelat itu dipenuhi aroma rumput kering
yang membangkitkan rindu yang bercitarasa perih. Ia juga mendengar nafas yang
berat. Tangisan tak bersuara dari lelaki yang memeluknya dan dirinya sendiri.
“Pergilah,
Ankheseen. Menes tak akan mengampunimu jika ia tahu permaisurinya tengah
bersama pendeta yang ia hukum mati…Pergilah!” Lelaki itu berkata dengan suara
yang dipenuhi getaran.
“Tidak!
Aku mau mati bersamamu!” ia menjerit, dengan lidahnya, namun tidak sepenuhnya
tahu mengapa.
“Pergilah.” Lelaki itu memohon. Kini lirih. Lelaki
itu menariknya dan menciuminya diseluruh bagian wajahnya, mengotori wajahnya
sendiri dengan kohl[1]
yang ia gunakan, seakan tak ingin melewatkan apapun. "Sebentar lagi mereka pasti akan menemukanmu..."
Ia
tahu ia telah kalah. Ia tahu ini saatnya ia menyerah. Rasa sakit melumpuhkan
inderanya saat ia memberi lelaki itu kecupan terakhir, lalu berderap pergi dari
penjara bawah tanah itu dengan jeritan kesakitan yang tak mampu disuarakan.
*
* *
Gelap.
Ia
kembali melayang-layang dalam gelap.
Saat
kesadarannya kembali, ia tengah berayun mengikuti aliran angin. Ia meluaskan
inderanya, menangkap sesuatu yang sangat dikenalnya.
Tak
ada kata-kata. Tapi ia tahu, dalam bentuk yang berbeda, ia kini tengah ada dalam dekapan sesuatu yang
sama dengan yang ia tinggalkan di penjara bawah tanah itu dengan hati yang
hancur. Tapi sesuatu itu, kini tak lagi memiliki lengan untuk memeluk, atau
bibir untuk mencium.
Namun
mereka bersuka cita. Dalam tarian angin, di bawah payung mentari, dan kesegaran
yang dihadiahkan Ibu Bumi melalui akar-akarnya.
Mereka
berbahagia.
Saling memiliki dan mencinta lagi, dalam
setiap ungkapan cinta dan kasih yang bisa diberi oleh sepasang Phoenis
dactylifera[2]
jantan dan betina.
*
* *
Kegelapan
selanjutnya membawa berbagai gambaran lagi. Namun dalam setiap gambaran itu, ia
selalu ada bersama jiwa itu. Seakan memang dilahirkan untuk ditemukan dan
menemukan, lalu hidup bersamanya, ia terus-menerus menyaksikan gambaran dimana
mereka ada untuk saling bersama.
Namun
kegelapan kali ini datang dengan membawa serta rasa sakit.
Ia
tidak lagi dalam keheningan yang nyaman, namun perlahan mulai merasakan dingin
yang merambat di ujung jari kaki dan tangannya. Suara dengungan bernada tinggi
terdengar segala sisi, berisi kata-kata dan kalimat yang bertumpang-tindih
dalam kepanikan.
“LEIA!!”
seseorang menjerit di telinganya, lalu PLAKK!! Rasa sakit itu kembali muncul di
pipi kanannya.
Leia
membuka matanya. Pelan. Karena ia belum mampu membiasakan dengan cahaya yang
membanjir setelah terbiasa dengan kegelapan nyaman itu. Ia mengerjap berkali-kali,
lalu memandangi dengan heran orang-orang yang berkumpul di sekitarnya, mereka
semua tengah menatapnya dengan wajah-wajah ngeri.
“Syukurlah,
Leia! Kamu nggak sadar-sadar, sih! Tadi kami kira harus memanggil paramedis atau
polisi gara-gara si Agasha ini malpraktek!” salah satu suara memecah kepanikan
orang-orang itu dengan mengundang tawa.
Leia
memijit pelipisnya, berusaha mengembalikan kesadarannya.
“Kamu nggak apa-apa kan, Leia?”
Suara
itu. Kemudian ia menengadahkan wajah dan langsung menatapnya.
Bola
mata yang berbeda. Namun jelas jiwa yang sama dengan yang ia tinggalkan di
penjara bawah tanah itu, jiwa yang mendampinginya selama bertahun-tahun di
padang pasir yang sama, hingga jiwa yang ia peluk dan ia rawat hingga
kematiannya.
Agasha.
Ia
mengulurkan tangannya. Menarik tubuh ramping itu ke pelukannya. Menepis dan
mengacuhkan segala tatapan menuduh dan bertanya-tanya, Leia mulai terisak di
kedalaman bahu Agasha yang menguarkan aroma Lavender.
“Akhirnya aku menemukanmu…” bisiknya.
Ia
merasakan tangan Agasha bergerak ke puncak kepalanya, mengelusnya perlahan
dengan kasih sayang.
“Selamat
datang lagi, sayangku…” balasnya berbisik, dengan getaran dalam suara. “Aku
tahu bahwa pada akhirnya kamu pasti akan mengingatku…”
Ya,
dia jiwa yang selama ini selalu mengiringi keberadaan dan arti dirinya.
Jiwa
yang ada untuk mencintai dan dicintainya—tanpa terbatas tubuh dan status, dalam
waktu yang tak berbilang tentu sejak dahulu.
Leia
tahu bahwa ia tak akan lagi melepasnya. Dan mereka akan terus memiliki hingga
akhir masa. Sampai seluruh esok menjadi kemarin.
Selamanya.
[1] Kohl: pensil mata yang dibuat dari perunggu dan galena yang dihaluskan. Digunakan oleh penduduk Mesir Kuno.
Hadiah dari Lomba GagasMedia ini; Novel Keren! kyaa! |
N.B. Karya ini ditujukan untuk mengikuti perlombaan GagasMedia. Pingin ikut? Informasi selengkapnya ada disini.
Keren mbak, membacanya seakan saya ikut berada di dalam dan menyaksikannya sendiri. sukses lombanya mbak, saya doakan bisa menang :)
BalasHapus@seagate: makasi banyaak :) amiiin..
BalasHapusBagus loh! Keren idenya, semoga menang ya :D
BalasHapusasyik juga nh mba kalau di cermati,,saya doakan bs juara no 1 mba
BalasHapus@yustie: kyaaa makasi yaaa :*
BalasHapus@alie: makasi banyaaak.. amin, semoga aja :)
Cumungut ea kakak *gayaRADITyaDika* smga menang^_^
BalasHapus@rizky: thankyou.. amiiin :)
BalasHapusCiiii.... keren banget! menarik dan bikin penasaran untuk baca sampai akhir. btw, ga ada lanjutannya itu Ci?
BalasHapussemoga sukses untuk kompetisinya ya.... good luck!
@alaika: kyaaa si mbaaak.. hehehe.. ada sih mbak, ini sebenarnya panjaaang.. cuma maksimal 2 halaman, jadi harus di press banget.. makasi mbak alaika cantiiik :-*
BalasHapuskeren loooh.... bikin imajinasi saya loncat-loncat... :O
BalasHapusimajinasimu tinggi ya^^
BalasHapuspunyamu keren juga, lebih keren daripada punyaku malah :)
waaaah bagus2 imanjinatif banget, oya ni aku lagi bikin prosa, follow nd komen yaaa...
BalasHapusKeren Bil, Gue suka diksinya yg simpel tp bisa menjelaskan arti yg amat dalam.
BalasHapusSukses buat qm ya!
ada award buat kamu nih...
BalasHapussilahkan diambil ya...
http://www.ajavasisme.com/2012/08/liebster-award.html
wow, idenya menarik kak. jadi tertarik pengin dihipnotis regresi:D mungkin kalo cerpen ini dibuat novel bakal seru:)
BalasHapusKunjungan malam kakag
BalasHapuswooooo novelnya kereeenn
aku mau dong kakak
wah kak blog nya keren banget :D
BalasHapustantangan kreatif blogger Event blogger berhadiah mingguan
nice post :)
BalasHapusditunggu kunjungan baliknya yaah ,
this is my inspiration...,
BalasHapussalam kenal yaa...,
komment n follow balik yaa...,
http://cumapian.blogspot.com/
wahh bagus... pilihan kata2nya bagus :)
BalasHapuscocok kali Non..
BalasHapusHae Non..salam Kenal..jangan lupa mampir keblog aqu ea..qwe tunggu Followback sama Komentarnya !! Salam Persahabatan ea Non !! :D
wah saya seperti terbawa dalam subuah tulisan tersebut :D.
BalasHapusSimak Tantangan Kreatif Blogger Berhadiah Mingguan & Grandprize Android