...sebelumnya di Sounds Good, Cheri? (1)
* * *
Sore itu, kami bertiga keluar untuk makan malam
di restoran Perancis kesukaan Lea.
Hatiku sempat beku saat mengetahui bahwa Lea
ternyata begitu sering ke kota ini untuk menghampiri mas Adrian. Setiap cutinya,
akan ia habiskan di kota ini bersama mas Adrian. Selama makan malam itupun, Lea
dan mas Adrian terlihat begitu mesra. Mereka tertawa, bercanda, mendaratkan
kecupan singkat, berpegangan tangan, dan mengobrol dengan serunya.
Aku yakin siapapun yang melihat kami akan menyangka
bahwa Lea dan mas Adrian-lah pasangan di meja ini, dan aku hanya tambahan –
mungkin teman atau saudara yang terpaksa diajak ke acara makan malam yang
harusnya romantis bagi mereka berdua.
Ah, tentu. Itu benar. Memang merekalah pasangan di meja ini, sementara aku hanya selingkuhan.
Dengan getir, harus kuakui, bahwa mas Adrian
terlihat begitu mencintai dan memuja Lea. Ia lembut padaku, tidak
mengasingkanku, namun sebagian besar waktunya ia habiskan untuk memakukan bola
mata-nya pada wajah Lea.
Hal itu membuatku bertanya-tanya.
Jika mas Adrian sebegitunya mencintai Lea,
lalu mengapa aku harus ada disini?
Setelah hari pertama yang berat dan
keterkejutanku atas semua, waktu berjalan dengan lebih masuk akal dan
menenangkan.
Dengan ajaib aku menemukan bahwa Lea bukanlah
‘ancaman’ seperti yang kuduga. Ia seperti sudah mengenalku dengan baik, dan membuka
peluang untukku untuk mengenalnya lebih dekat.
Saat mas Adrian pergi untuk bekerja dan kami ditinggal
berdua di apartemen itu, aku sempat mengira Lea akan berubah menjadi nenek
sihir dan menyiksaku di balik punggung mas Adrian.
Namun ternyata tidak. Ia tetaplah Lea yang
biasanya. Yang berbicara dengan blak-blakan, yang mengungkapkan pikirannya
dengan lantang. Kata-katanya mungkin agak kasar, namun aku yakin dari standar orang
Jakarta, Lea termasuk ‘normal’. Ia juga masih Lea yang suka memanjakanku dengan
membuatkan masakan ringan atau minuman kesukaanku.
Perlahan, ia membuatku merasa nyaman. Seperti
memiliki kakak perempuan dengan ketangguhan kakak laki-laki.
Lea adalah makhluk yang penuh daya tarik.
Bahkan aku, sebagai seorang perempuan normal, menyadari setiap inchi dari
pesona-nya. Saat ia berjalan, bukan hanya lelaki yang akan memakukan pandangan
mereka pada Lea, namun juga para wanita.
Ia mungkin bukan perempuan paling cantik,
namun ada daya tarik yang sangat besar pada caranya berjalan, menggerakkan
sudut bibir, bahkan cara ia menarik nafas dan mengerling. Ia seperti menyimpan
magnet, dan perempuan normal-pun memiliki dorongan untuk
sekedar bermanja dan mencuri perhatiannya.
Mungkin itu kepercayaan dirinya. Mungkin itu
arogansi-nya atas dunia. Mungkin itu sikapnya yang membuat setiap orang merasa
istimewa. Mungkin itu kebebasannya saat ia berbicara. Ya, pemikiran Lea selalu
ajaib. Namun harus kuakui ia memang pandai membuat orang merasa nyaman dan
‘diterima’ olehnya.
“Aku nggak ingin menjadi penghalang dalam
hubungan Mbak.” Kataku suatu ketika.
Sore itu, Mas Andrian tengah sibuk dengan pekerjaannya dan Lea membawaku ke kafe favoritnya di kota ini. “Bener mbak, aku nggak keberatan melepas Mas Andrian untuk kembali ke Mbak…”
Sore itu, Mas Andrian tengah sibuk dengan pekerjaannya dan Lea membawaku ke kafe favoritnya di kota ini. “Bener mbak, aku nggak keberatan melepas Mas Andrian untuk kembali ke Mbak…”
“Penghalang?” ia menoleh kaget. “Cheri, lo sama sekali bukan penghalang,
sayang!” Lea menjulurkan tangannya yang panjang dan meremas pergelangan
tanganku. “Tiara, lo tahu kan, betapa gue dan Andiran sangat sangat jatuh cinta
satu sama lainnya?”
“Ya, Mbak… Karena itu, aku nggak mau…”
“…tapi kami tidak diciptakan untuk ‘lengkap’
satu sama lain, Tiara… dia seperti dinding, dan gue sebuah pintu. Kami
membutuhkan ‘engsel’ untuk dapat terhubung dengan harmonis. dan dalam hal ini, Cheri, lo adalah engsel yang kami
butuhkan! Lo melengkapi kami dan menciptakan keharmonisan itu!”
“Tapi… Mbak… apa mbak benar-benar nggak
pernah cemburu, mbak?” desakku.
Ia tertawa, dengan tawanya yang seperti
lonceng angin. “Tiara, mon cheri, begini yaa, gue tidak mungkin bisa disini setiap waktu. Adrian
mungkin sangat mencintai gue, tapi dia tetap butuh teman, butuh pendamping,
cheri… dan itulah lo. ‘Engsel’ dalam hubungan kami. Hubungan kami tidak akan
bisa sempurna tanpa ‘engsel’. Pertanyaannya justru adalah, apakah lo cemburu?”
Aku terdiam. Menelaah. Tidak siap saat ia
mengajukan pertanyaan itu.
“Ya. Awalnya. Namun entah mengapa sekarang
rasanya begitu damai, mbak. Rasanya seperti wajar. Padahal, ini semua gila dan
tidak masuk akal.” Jawabku jujur.
Lea tersenyum, lalu meraihku dan mencium
keningku ringan.
“Oui!
Itu artinya lo mulai bisa mengatasi keterkejutan lo dan menerima semuanya. Menerima
gue. menerima hubungan ini. Gue. lo. Dan Adrian. Kita bertiga, selamanya. Bagaimana?
Sounds good, Cheri?” bisiknya sembari tersenyum.
Dulu, ide mas Adrian mengenai tinggal bersamaku
sebagai selingkuhannya, sudah terdengar cukup gila. Namun ide Lea untuk membangun
hubungan segitiga yang ‘damai dan dipenuhi cinta’ terdengar seperti rayuan
mematikan.
Namun aku, sekali lagi, adalah orang yang
selalu dideskripsikan dengan kata ‘lugu dan tulus’ – selalu mudah jatuh pada
rayuan manis.
Dan sekali lagi, aku mengiyakan segalanya,
lalu mulai menerima kenyataan bahwa aku akan menjalani hidup bersama kedua orang gila itu. Yang anehnya, perlahan terasa
begitu menyegarkan sekaligus mendebarkan.
Mungkin salah satu alasannya adalah, karena Lea ternyata makhluk yang penuh inspirasi.
Dan dia memiliki kemampuan untuk
menginspirasi dunia orang lain.
Lea adalah orang pertama yang sangat memahami
passion-ku sebagai penulis novel.
Ya, Mas Adrian juga sangat memerhatikan
setiap tulisanku. Mendukungku, membaca setiap tulisanku, mengomentarinya dengan
positif untuk memberiku semangat. Namun apa yang dilakukan Lea terhadapku dan
duniaku, melebihi semua usaha atau apapun yang pernah Mas Adrian lakukan.
Ia mencintai tulisanku seperti aku mencintai
mereka. Namun Lea bukan hanya mengatakan “Ini bagus banget, semangat ya!” atau
sejenisnya. Namun ia tak segan mengkritisi isinya, menunjukkan diksi yang penuh
daya tarik dan memintaku mengeksplorasinya. Ia mampu memahami jalan cerita dan
konflik yang ingin aku tonjolkan. Ia tertawa dan menangis bersama tokohku dalam
cerita itu.
Dan bersamanya, entah bagaimana tulisanku
mulai bewarna. Kuat. Dan mempesona.
Lea benar-benar menginspirasiku melebihi semua orang atau
hal di duniaku sebelum kedatangannya.
Dia bisa dengan mudah meruntuhkan benteng
yang kubangun karena ketakutanku padanya. Ia mampu membuatku merasa nyaman,
melebihi rasa nyaman pada ibu atau keluargaku sendiri. Ia bahkan mampu membuatku
menceritakan hal-hal yang bahkan tak pernah kuceritakan pada Mas Adrian.
Ia membuatku merasa diterima walau sebenarnya di tempat ini, akulah orang ketiganya.
“Kenapa mbak mau menerima orang ketiga dalam
hubungan mbak?” tanyaku, saat kami tengah duduk berdua di sofa yang dikelilingi
kertas hasil tulisanku. Saat itu, mas Adrian tengah keluar untuk menemui klien
kantornya pada jamuan makan malam.
“Aduh, Cheri,
jangan melabel hubungan ini dengan kata-kata yang tidak lo mengerti. Bukan
orang ketiga, oke? Tidak ada orang pertama, kedua, daaan seterusnya pada kita.
Yang ada itu gue, lo, dan Adrian. Sounds
good, cheri?”
“Hahaha… Baiklah… Tapi tetap mbak, ini semua…
aneh, kan?” Lea menatap bola mataku lalu menangguk untuk menunjukan
kesepahaman. “Biasanya perempuan tidak suka berbagi…”
“Hmm.. well, Adrian dan gue adalah dua
pribadi yang sulit. Sama-sama keras. Sama-sama egois. Sama-sama penuh ego dan
ambisi. Bedanya, gue terobsesi pada Adrian, dan dia saja cukup bagi gue. tapi
Adrian… well, dia lemah, Tiara… Adrian mudah sekali jatuh pada kebaikan orang
lain, mudah merasa senang pada temannya, atau perempuan yang memberinya cukup
perhatian. Dan dia nggak cukup kuat untuk menolak itu semua dan bertindak tegas.”
“A..aku ndak ngerti, mbak…”
“Hahahaha… Gimana ya… Hmm, jadi dulu Adrian
pernah ‘tersandung’, you know? Ada
junior di kantornya yang sangat-sangat perhatian sama dia. dan Adrian terbuai. Well, gue menyelidiki cewek ini dan
menemukan bahwa cewek itu bermasalah. Cewek ini nggak tulus pada Adrian. Dia
juga cari perhatian ke cowok lain, dan you
know what?”
Aku menggeleng.
“Saat itu yang ada dalam pikiran gue adalah,
gue nggak ingin Adrian jatuh ke cewek ini. Sekalipun dia hmm.. sebut saja
‘selingkuh’, gue ingin dia selingkuh dengan cewek yang proper. Adrian tolol-tingkat-akhirat kalau mengira gue nggak akan
tahu kalau dia cheating. Tapi gue
nggak keberatan kok. Gue selalu punya kemampuan special dalam memahami kelemahan manusia, Tiara. Gue selalu bisa
memaklumi kalau orang lain nggak sekuat gue.”
“Mbak Lea aneh…” aku segera menutup mulut. “Aduh, maaf mbak, bukannya
aku…”
“You
just… great, you know!? You
understand me! Hahahaha. It’s so damn
true, cheri. Ya, gue aneh. Gue loca.
Hmm, itu bahasa spanyol untuk ‘gila’. Ya, gue gila. Orang sering menyebut gue freak. But… Gue selalu bangga karena gue
adalah gue.”
“Tapi mbak Lea hebat… Mbak bisa memaklumi kelemahan mas Adrian pada perempuan, bahkan mengijinkannya... seperti ini... Aku kagum sama Mbak...” lidahku mengkhianatiku lagi.
“Oh ya? Are
you sure about that?” sambar Lea. Secara tak diduga, ia lalu memberikanku pandangan mata yang begitu dalam hingga tanpa mampu kuhentikan, wajahku panas dengan segera.
“Hmm.. terus mbak? Gimana dengan junior itu
mbak?” dalam ketergesaan dan kekikukan aku berusaha mengembalikan atmosfer
kami.
“Hihihi.” Lea terkikik, mungkin menyadari
kekikukanku. “Yah, gue melakukan segala
cara untuk menyadarkan Adrian. Tapi dia itu stubborn!
Keras kepala! Ego Adrian sangat tinggi, dia nggak pernah mau percaya kalau
junior-nya itu juga flirting dengan
lelaki lain. Well, dia akan merasa sangat terhina kan, kalau dia mengakui bahwa dia
‘dipermainkan’ oleh junior itu. Itu sebabnya dia bersikeras membela junior itu,
bersikeras bahwa junior-nya itu baik, innocent,
and so-on!” Le menggebrak meja. Emosi
masa lalu itu jelas masih menyisa di dirinya.
“Lalu mbak gimana?”
“Ya gue buktikan! Gue buka semua kedok
junior-nya itu. Dan saat semuanya sudah terlambat, baru deh dia percaya sama
gue. pada kemampuan gue untuk menilai orang di balik topeng mereka. Hahahaha. But well, gue juga benci pada perempuan itu. Adrian itu milik gue,
Tiara. Dan perempuan itu kotor. Dan gue nggak suka milik gue dikotori. Dan karena itu, gue menghancurkan perempuan itu juga.”
Aku merinding mendengar itu semua. Entah
kenapa aku membayangkan diriku di posisi Junior-nya Mas Adrian itu. Di balik
semua pesonanya, benar bahwa kata ‘loca’ tadi
cocok untuk mendeskripsikan Lea.
Dia indah. Tapi jenis ‘indah’ yang liar. Penampilan
Lea sama seperti perempuan cantik yang memesona lainnya. Tapi jiwa-nya masih jiwa pemburu
yang hidup dengan mengintai dan mengejar diantara rerumputan tinggi padang
Sabana.
Ia begitu baik, begitu menentramkan pada
‘keluarga’nya. Namun bisa begitu buas dan mematikan pada pihak yang ia anggap
‘mangsa’ atau ‘lawan’.
“Aaah.. tenang saja, cheri…” memahamiku, ia merangkulku dalam pelukannya. “Kamu itu sempurna!
Setelah kejadian itu, gue dan Adrian setuju, bahwa setiap kali ia ingin
‘snack’, ia akan membiarkan gue yang memilih untuknya. Dan kami memilih lo, cheri. Lo adalah ‘engsel’ yang sempurna! Perfect! Lo mencintai Adrian. Dan juga bisa menerima gue.” ada desiran aneh yang terselip disana.
Kali ini, akulah yang memeluknya.
Menenggelamkan diri dalam wangi lembutnya yang memikat.
Dan Lea balas memelukku, membelai kepalaku
dan memainkan rambut ikal-ku diantara jemarinya.
“You are so damn perfect, cheri… Percayalah,
semuanya akan baik-baik saja, oke? Gue, lo, dan Adrian… Selamanya seperti ini… Sounds good, cheri?”
* * *
...selanjutnya di Sounds Good, Cheri? (3)
wahh... keren banget tulisannya... deskripsinya mengalir banget lho...
BalasHapusasli keren gilak crpen nya.
BalasHapusIni lu buat sndiri kak?
Percayalah, semuanya akan baik-baik saja, that's all...
BalasHapusSalam
huaaaaaaaaaaaaa.............
BalasHapusiri kalo leat blog ginian :(
terkadang kita terlalu menikmati suasana sehingga kadang kecewa & jatuh ketika semua'a secara perlahan tetapi pasti menjauh
BalasHapusjudulnya keren..sekeren bibir merah itu.
BalasHapusKeren ceritanya. Pemilihan kata2nya bagus. Kapan gue bisa bikin cerita beginian yak -__-
BalasHapuspadahal saya suka sad ending lho?
BalasHapus