23 Des 2012

Sounds Good, Cheri? (2)


...sebelumnya di Sounds Good, Cheri? (1)


* * *

Sore itu, kami bertiga keluar untuk makan malam di restoran Perancis kesukaan Lea.

Hatiku sempat beku saat mengetahui bahwa Lea ternyata begitu sering ke kota ini untuk menghampiri mas Adrian. Setiap cutinya, akan ia habiskan di kota ini bersama mas Adrian. Selama makan malam itupun, Lea dan mas Adrian terlihat begitu mesra. Mereka tertawa, bercanda, mendaratkan kecupan singkat, berpegangan tangan, dan mengobrol dengan serunya.

Aku yakin siapapun yang melihat kami akan menyangka bahwa Lea dan mas Adrian-lah pasangan di meja ini, dan aku hanya tambahan – mungkin teman atau saudara yang terpaksa diajak ke acara makan malam yang harusnya romantis bagi mereka berdua.

Ah, tentu. Itu benar. Memang merekalah pasangan di meja ini, sementara aku hanya selingkuhan.


Dengan getir, harus kuakui, bahwa mas Adrian terlihat begitu mencintai dan memuja Lea. Ia lembut padaku, tidak mengasingkanku, namun sebagian besar waktunya ia habiskan untuk memakukan bola mata-nya pada wajah Lea.

Hal itu membuatku bertanya-tanya.

Jika mas Adrian sebegitunya mencintai Lea, lalu mengapa aku harus ada disini?

Setelah hari pertama yang berat dan keterkejutanku atas semua, waktu berjalan dengan lebih masuk akal dan menenangkan.

Dengan ajaib aku menemukan bahwa Lea bukanlah ‘ancaman’ seperti yang kuduga. Ia seperti  sudah mengenalku dengan baik, dan membuka peluang untukku untuk mengenalnya lebih dekat.

Saat mas Adrian pergi untuk bekerja dan kami ditinggal berdua di apartemen itu, aku sempat mengira Lea akan berubah menjadi nenek sihir dan menyiksaku di balik punggung mas Adrian.

Namun ternyata tidak. Ia tetaplah Lea yang biasanya. Yang berbicara dengan blak-blakan, yang mengungkapkan pikirannya dengan lantang. Kata-katanya mungkin agak kasar, namun aku yakin dari standar orang Jakarta, Lea termasuk ‘normal’. Ia juga masih Lea yang suka memanjakanku dengan membuatkan masakan ringan atau minuman kesukaanku.

Perlahan, ia membuatku merasa nyaman. Seperti memiliki kakak perempuan dengan ketangguhan kakak laki-laki.

Lea adalah makhluk yang penuh daya tarik. Bahkan aku, sebagai seorang perempuan normal, menyadari setiap inchi dari pesona-nya. Saat ia berjalan, bukan hanya lelaki yang akan memakukan pandangan mereka pada Lea, namun juga para wanita.

Ia mungkin bukan perempuan paling cantik, namun ada daya tarik yang sangat besar pada caranya berjalan, menggerakkan sudut bibir, bahkan cara ia menarik nafas dan mengerling. Ia seperti menyimpan magnet, dan perempuan normal-pun memiliki dorongan untuk sekedar bermanja dan mencuri perhatiannya.

Mungkin itu kepercayaan dirinya. Mungkin itu arogansi-nya atas dunia. Mungkin itu sikapnya yang membuat setiap orang merasa istimewa. Mungkin itu kebebasannya saat ia berbicara. Ya, pemikiran Lea selalu ajaib. Namun harus kuakui ia memang pandai membuat orang merasa nyaman dan ‘diterima’ olehnya.

“Aku nggak ingin menjadi penghalang dalam hubungan Mbak.” Kataku suatu ketika. 

Sore itu, Mas Andrian tengah sibuk dengan pekerjaannya dan Lea membawaku ke kafe favoritnya di kota ini. “Bener mbak, aku nggak keberatan melepas Mas Andrian untuk kembali ke Mbak…”

“Penghalang?” ia menoleh kaget. “Cheri, lo sama sekali bukan penghalang, sayang!” Lea menjulurkan tangannya yang panjang dan meremas pergelangan tanganku. “Tiara, lo tahu kan, betapa gue dan Andiran sangat sangat jatuh cinta satu sama lainnya?”

“Ya, Mbak… Karena itu, aku nggak mau…”

“…tapi kami tidak diciptakan untuk ‘lengkap’ satu sama lain, Tiara… dia seperti dinding, dan gue sebuah pintu. Kami membutuhkan ‘engsel’ untuk dapat terhubung dengan harmonis. dan dalam hal ini, Cheri, lo adalah engsel yang kami butuhkan! Lo melengkapi kami dan menciptakan keharmonisan itu!”

“Tapi… Mbak… apa mbak benar-benar nggak pernah cemburu, mbak?” desakku.

Ia tertawa, dengan tawanya yang seperti lonceng angin. “Tiara, mon cheri, begini yaa, gue tidak mungkin bisa disini setiap waktu. Adrian mungkin sangat mencintai gue, tapi dia tetap butuh teman, butuh pendamping, cheri… dan itulah lo. ‘Engsel’ dalam hubungan kami. Hubungan kami tidak akan bisa sempurna tanpa ‘engsel’. Pertanyaannya justru adalah, apakah lo cemburu?”

Aku terdiam. Menelaah. Tidak siap saat ia mengajukan pertanyaan itu.

“Ya. Awalnya. Namun entah mengapa sekarang rasanya begitu damai, mbak. Rasanya seperti wajar. Padahal, ini semua gila dan tidak masuk akal.” Jawabku jujur.

Lea tersenyum, lalu meraihku dan mencium keningku ringan.

Oui! Itu artinya lo mulai bisa mengatasi keterkejutan lo dan menerima semuanya. Menerima gue. menerima hubungan ini. Gue. lo. Dan Adrian. Kita bertiga, selamanya. Bagaimana? Sounds good, Cheri?” bisiknya sembari tersenyum.

Dulu, ide mas Adrian mengenai tinggal bersamaku sebagai selingkuhannya, sudah terdengar cukup gila. Namun ide Lea untuk membangun hubungan segitiga yang ‘damai dan dipenuhi cinta’ terdengar seperti rayuan mematikan.

Namun aku, sekali lagi, adalah orang yang selalu dideskripsikan dengan kata ‘lugu dan tulus’ – selalu mudah jatuh pada rayuan manis.

Dan sekali lagi, aku mengiyakan segalanya, lalu mulai menerima kenyataan bahwa aku akan menjalani hidup bersama kedua orang gila itu. Yang anehnya, perlahan terasa begitu menyegarkan sekaligus mendebarkan.

Mungkin salah satu alasannya adalah, karena Lea ternyata makhluk yang penuh inspirasi.

Dan dia memiliki kemampuan untuk menginspirasi dunia orang lain.

Lea adalah orang pertama yang sangat memahami passion-ku sebagai penulis novel.

Ya, Mas Adrian juga sangat memerhatikan setiap tulisanku. Mendukungku, membaca setiap tulisanku, mengomentarinya dengan positif untuk memberiku semangat. Namun apa yang dilakukan Lea terhadapku dan duniaku, melebihi semua usaha atau apapun yang pernah Mas Adrian lakukan.

Ia mencintai tulisanku seperti aku mencintai mereka. Namun Lea bukan hanya mengatakan “Ini bagus banget, semangat ya!” atau sejenisnya. Namun ia tak segan mengkritisi isinya, menunjukkan diksi yang penuh daya tarik dan memintaku mengeksplorasinya. Ia mampu memahami jalan cerita dan konflik yang ingin aku tonjolkan. Ia tertawa dan menangis bersama tokohku dalam cerita itu.

Dan bersamanya, entah bagaimana tulisanku mulai bewarna. Kuat. Dan mempesona.

Lea benar-benar menginspirasiku melebihi semua orang atau hal di duniaku sebelum kedatangannya.

Dia bisa dengan mudah meruntuhkan benteng yang kubangun karena ketakutanku padanya. Ia mampu membuatku merasa nyaman, melebihi rasa nyaman pada ibu atau keluargaku sendiri. Ia bahkan mampu membuatku menceritakan hal-hal yang bahkan tak pernah kuceritakan pada Mas Adrian.

Ia membuatku merasa diterima walau sebenarnya di tempat ini, akulah orang ketiganya.

“Kenapa mbak mau menerima orang ketiga dalam hubungan mbak?” tanyaku, saat kami tengah duduk berdua di sofa yang dikelilingi kertas hasil tulisanku. Saat itu, mas Adrian tengah keluar untuk menemui klien kantornya pada jamuan makan malam.

“Aduh, Cheri, jangan melabel hubungan ini dengan kata-kata yang tidak lo mengerti. Bukan orang ketiga, oke? Tidak ada orang pertama, kedua, daaan seterusnya pada kita. Yang ada itu gue, lo, dan Adrian. Sounds good, cheri?”

“Hahaha… Baiklah… Tapi tetap mbak, ini semua… aneh, kan?” Lea menatap bola mataku lalu menangguk untuk menunjukan kesepahaman. “Biasanya perempuan tidak suka berbagi…”

“Hmm.. well, Adrian dan gue adalah dua pribadi yang sulit. Sama-sama keras. Sama-sama egois. Sama-sama penuh ego dan ambisi. Bedanya, gue terobsesi pada Adrian, dan dia saja cukup bagi gue. tapi Adrian… well, dia lemah, Tiara… Adrian mudah sekali jatuh pada kebaikan orang lain, mudah merasa senang pada temannya, atau perempuan yang memberinya cukup perhatian. Dan dia nggak cukup kuat untuk menolak itu semua dan bertindak tegas.”

“A..aku ndak ngerti, mbak…”

“Hahahaha… Gimana ya… Hmm, jadi dulu Adrian pernah ‘tersandung’, you know? Ada junior di kantornya yang sangat-sangat perhatian sama dia. dan Adrian terbuai. Well, gue menyelidiki cewek ini dan menemukan bahwa cewek itu bermasalah. Cewek ini nggak tulus pada Adrian. Dia juga cari perhatian ke cowok lain, dan you know what?”

Aku menggeleng.

“Saat itu yang ada dalam pikiran gue adalah, gue nggak ingin Adrian jatuh ke cewek ini. Sekalipun dia hmm.. sebut saja ‘selingkuh’, gue ingin dia selingkuh dengan cewek yang proper. Adrian tolol-tingkat-akhirat kalau mengira gue nggak akan tahu kalau dia cheating. Tapi gue nggak keberatan kok. Gue selalu punya kemampuan special dalam memahami kelemahan manusia, Tiara. Gue selalu bisa memaklumi kalau orang lain nggak sekuat gue.”

“Mbak Lea aneh…” aku segera menutup mulut. “Aduh, maaf mbak, bukannya aku…”

You just… great, you know!? You understand me! Hahahaha. It’s so damn true, cheri. Ya, gue aneh. Gue loca. Hmm, itu bahasa spanyol untuk ‘gila’.  Ya, gue gila. Orang sering menyebut gue freak. But… Gue selalu bangga karena gue adalah gue.”

“Tapi mbak Lea hebat… Mbak bisa memaklumi kelemahan mas Adrian pada perempuan, bahkan mengijinkannya... seperti ini... Aku kagum sama Mbak...” lidahku mengkhianatiku lagi.

“Oh ya? Are you sure about that?” sambar Lea. Secara tak diduga, ia lalu memberikanku pandangan mata yang begitu dalam hingga tanpa mampu kuhentikan, wajahku panas dengan segera.

“Hmm.. terus mbak? Gimana dengan junior itu mbak?” dalam ketergesaan dan kekikukan aku berusaha mengembalikan atmosfer kami.

“Hihihi.” Lea terkikik, mungkin menyadari kekikukanku. “Yah, gue melakukan segala cara untuk menyadarkan Adrian. Tapi dia itu stubborn! Keras kepala! Ego Adrian sangat tinggi, dia nggak pernah mau percaya kalau junior-nya itu juga flirting dengan lelaki lain. Well, dia akan merasa sangat terhina kan, kalau dia mengakui bahwa dia ‘dipermainkan’ oleh junior itu. Itu sebabnya dia bersikeras membela junior itu, bersikeras bahwa junior-nya itu baik, innocent, and so-on!” Le menggebrak meja. Emosi masa lalu itu jelas masih menyisa di dirinya.

“Lalu mbak gimana?”

“Ya gue buktikan! Gue buka semua kedok junior-nya itu. Dan saat semuanya sudah terlambat, baru deh dia percaya sama gue. pada kemampuan gue untuk menilai orang di balik topeng mereka. Hahahaha. But well, gue juga benci pada perempuan itu. Adrian itu milik gue, Tiara. Dan perempuan itu kotor. Dan gue nggak suka milik gue dikotori. Dan karena itu, gue menghancurkan perempuan itu juga.”

Aku merinding mendengar itu semua. Entah kenapa aku membayangkan diriku di posisi Junior-nya Mas Adrian itu. Di balik semua pesonanya, benar bahwa kata ‘loca’ tadi cocok untuk mendeskripsikan Lea.

Dia indah. Tapi jenis ‘indah’ yang liar. Penampilan Lea sama seperti perempuan cantik yang memesona lainnya. Tapi jiwa-nya masih jiwa pemburu yang hidup dengan mengintai dan mengejar diantara rerumputan tinggi padang Sabana.

Ia begitu baik, begitu menentramkan pada ‘keluarga’nya. Namun bisa begitu buas dan mematikan pada pihak yang ia anggap ‘mangsa’ atau ‘lawan’.

“Aaah.. tenang saja, cheri…” memahamiku, ia merangkulku dalam pelukannya. “Kamu itu sempurna! Setelah kejadian itu, gue dan Adrian setuju, bahwa setiap kali ia ingin ‘snack’, ia akan membiarkan gue yang memilih untuknya. Dan kami memilih lo, cheri. Lo adalah ‘engsel’ yang sempurna! Perfect! Lo mencintai Adrian. Dan juga bisa menerima gue.” ada desiran aneh yang terselip disana.

Kali ini, akulah yang memeluknya. Menenggelamkan diri dalam wangi lembutnya yang memikat.

Dan Lea balas memelukku, membelai kepalaku dan memainkan rambut ikal-ku diantara jemarinya.

You are so damn perfect, cheri… Percayalah, semuanya akan baik-baik saja, oke? Gue, lo, dan Adrian… Selamanya seperti ini… Sounds good, cheri?”

* * *


...selanjutnya di Sounds Good, Cheri? (3)

8 komentar:

  1. wahh... keren banget tulisannya... deskripsinya mengalir banget lho...

    BalasHapus
  2. asli keren gilak crpen nya.
    Ini lu buat sndiri kak?

    BalasHapus
  3. Percayalah, semuanya akan baik-baik saja, that's all...

    Salam

    BalasHapus
  4. huaaaaaaaaaaaaa.............
    iri kalo leat blog ginian :(

    BalasHapus
  5. terkadang kita terlalu menikmati suasana sehingga kadang kecewa & jatuh ketika semua'a secara perlahan tetapi pasti menjauh

    BalasHapus
  6. judulnya keren..sekeren bibir merah itu.

    BalasHapus
  7. Keren ceritanya. Pemilihan kata2nya bagus. Kapan gue bisa bikin cerita beginian yak -__-

    BalasHapus
  8. padahal saya suka sad ending lho?

    BalasHapus

Daisypath Anniversary tickers