13 Des 2012

Musuh Kita Bukan Aparat!


“Saya itu bingung sama masyarakat. Waktu kami mau menyerbu kampung Ambon, malah polisi yang dimaki-maki. Penjahat yang ada disana malah sibuk dilindungi. Media memberitakan penangkapan kami seakan-akan kami melanggar HAM. Tapi apa mereka kemudian bilang kalau kami ini – juga ya serem karena penjahat disana persenjataannya lengkap. Makanya perlengkapan anggota kami juga lengkap. Tapi ya kok malah dinilai jahat. Makanya, masyarakat ini sebenarnya ngebelain yang mana sih? Ngebelain penjahat?” Pak Polisi.

sumber gambar disini

Gue sipil. Dan nggak pernah jadi bagian dari militer. Sekalinya mepet-mepet kesana, cuma sekolah ala semi-milter di SMA Taruna Nusantara. Jadi tulisan gue ini bukan karena gue ngebelain militer. Bukan ngebelain Negara. Nggak.

Tapi sebagai sesama sipil, yang gue ga suka, kita nih, masyarakat, suka menilai dan mencap dari buruknya aja tanpa mau tau sisi baiknya. Tanpa mau tahu kerja keras dan prosesnya. Makanya jadi serba salah kan?

Kita sering memaki Polisi, mengejek Intel saat mereka kecolongan. Tapi pernah ga sih kita bertanya apa yang sudah kita lakukan untuk membantu mereka mewujudkan kinerja yang lebih baik?


Saat bom di Depok meledak kemarin, masyarakat memaki aparat Intelijen yang mereka nilai ‘kesiangan’. Tapi gue jadi bingung. Lah emang pernah masyarakat disana melaporkan keanehan dan kejanggalan rumah yatim tersebut pada pihak otoritas?

Masyarakat adalah garis depan dari operasi pengumpulan informasi. Mereka-lah yang paling menguasai ‘ladang’, paling mengetahui anomaly yang sedang dan mungkin terjadi. Jadi untuk mewujudkan pengamanan yang cepat dan tepat, Negara ini membutuhkan partisipasi masyarakatnya. Jangan hanya aparat yang berjuang, tapi juga kita. Karena ujung-ujungnya yang butuh pengamanan ya juga kita, kan?

Memang kemudian logis kalau dikatakan masyarakat Indonesia masih ‘parno’ sama aparat Negara. Ya polisi, ya intel nya.

Ujung-ujungnya ya salah pemerintahan Orde Baru lagi sih (ketauan deh anti-orde baru :p). Aparat Negara dulu digunakan sebagai ‘sosok setan’ yang memerangi dan memviktimisasi rakyat. Lah, bagi militer yang menganut hierarkhi dan loyalitas tunggal—mana mungkin mereka menolak perintah atasan? Jadi yang salah atas kebiadapan di masa lalu itu ya yang ngasih order, yang ngasih perintah, bukan organisasinya, bukan aparatnya. Tapi itu tuh, yang bertengger di puncak.

Itu sebabnya keliru  kalau kita alergi sama aparat Negara, baik Polisi atau Intelijen.

Lo kira polisi nggak takut waktu berhadapan sama demonstran yang beringas? Guys, polisi, intel, brimob, dkk itu ma-nu-sia. Seperti apapun pendidikan mereka, mereka tetap ingin pulang ke rumahnya, ketemu dengan anak dan istrinya dengan selamat setelah bekerja

Apa lo pernah memerhatikan tangan satpol PP yang gemetaran sebelum menggebuki mahasiswa yang mengancungkan pisau? Apa lo pernah membayangkan pengorbanan intel yang terpaksa harus meninggalkan istri dan anaknya demi menyelidiki jaringan teroris yang mengancam kehidupan kita?

Well, mereka manusia. Dan kita juga manusia kan? Maka dari itu seharusnya kita bisa memahami mereka dengan lebih baik (ya oke, memang sebagai masyarakat sipil, kita nggak terlalu tahu soal kehidupan mereka karena kurangnya informasi. Tapi kalau pake nalar aja bisalah ya?)

Mereka itu tools kita untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Yang lebih aman dan nyaman. Lah kenapa kita perangi? Musuh kita dan musuh mereka itu sama—orang orang yang mengancam keamanan Negara. Contohnya teroris: kalo mereka meledakkan bom, bukan hanya ‘Negara’nya intelijen yang terganggu, namun juga kita kan?Harusnya kita mengupayakan setiap usaha yang bisa kita tempuh untuk mendukung kinerja mereka.

So, harusnya kita kerjasama, bukan musuh-musuhan karena dendam lama.

Toh Polisi dan Intelijen saat ini sudah direformasi habis-habisan. Ya iya memang hasilnya belum signifikan bagi kita yang pihak luar.  Tapi bagi mereka yang didalam (sesuai keterangan Pak Nanan Soekarna - Kadiv Humas Polri) perjuangan mereka mengubah budaya yang tercipta dari indoktrinasi Orde Baru itu nggak semudah kentut, keluar bleessshh, udah. Banyak yang harus mereka perangi di badannya sendiri. Perumusannya saja lama dan panjang bener gitu.

Jadi ga bisa kalau kita kemudian memaki tanpa berusaha mengetahui keadaan terkini. Lah memang mudah menghapus budaya yang sudah mengakar? Kritik itu memang penting, kritik itu cerminan, selama lo mengeluarkannya untuk membangun, bukan menjatuhkan—seperti yang selama ini dilakukan oleh masyarakat kita.

So, ayolah guys. Sudah saatnya kita membuang perspektif traumatik jadul soal aparat Negara. Jangan mau kemakan omongan media yang melulu mengangkat buruknya aja.

Pernah heran nggak sih, kenapa media jarang bener mengangkat kebaikan-kebaikan dan pengorbanan polisi atau intelijen? Ya soalnya kita sendiri juga ga doyan denger yang baik. Ga tertarik denger prestasi. Tapi sekalinya yang bejat-bejat, tuh, yang buruk-buruk, buset pada anteng di depan TV. Pada ikutan berkoar dimana ada kesempatan.

Lo pingin berubah? Lo pingin Indonesia yang lebih baik? Ya mulailah dari mendukung anak bangsa sendiri. Mulai dari menghargai dan ‘mengawal’ kinerja aparat bangsa ini. Jangan Cuma memaki. Jangan Cuma mengeluh. Tapi berikan kritik dan saran yang membangun.

Hidup Indonesia! (asik, lagi nasionalis. :p)

8 komentar:

  1. bener bener, aparat membabi buta bukan karena tidak memiliki alasan, kadang yang demo juga ngga punya nurani dalam berdemo

    BalasHapus
  2. Setuju,...beberapa oknum polisi / aparat mungkin ada yg tdk bertanggung jwb tp aku masih percaya dan yakin pada aparat negri ini.

    selamat pagi mba :)

    BalasHapus
  3. ngebuka mata gua banget...

    selama ini selalu berpikir negatif sama polisi. nggak kepikiran kalo polisi sebenarnya juga manusia yng punya hati dan rasa takut..

    thanks ci

    BalasHapus
  4. meskipun saya tidak sepenuhnya percaya pada aparat negara, tetapi saya tetap bayar pajak kendaraan..

    tidak sedikit juga polisi yang menguji SIM yang baik hatinya, :)

    BalasHapus
  5. hiduuup ka Nabilaa :D
    hiduuup anti otoriter :D

    BalasHapus
  6. aparatnya lebih baik diganti pramuka.
    hidup pramuka!! :d

    BalasHapus
  7. iya lho...polisi atau aparat itu kan juga manusia...punya rasa takut juga apalagi saat bertugas di tempat berbahaya....bisa berbuat salah juga, tapi jangan dicap semuanya begitu...suka terharu sama polisi2 yg ngatur lalu lintas di tengah jalan pas panas garang...itu kan pengabdian profesi, hargai juga...masalah polisi yg reaktif, ya aksi yg dihadapi kalau nyeremin masak gk boleh mempertahankan diri ya? Hiks...walaupun ya lumayan sering jg sih nemuin aparat yg suka nyeleweng...balik lagi deh, kita sama2 manusia...;)

    BalasHapus
  8. iya gue juga mikirnya kayak gitu, cuma melihat dari sisi negatifnya aja. Tapi ga bisa disalahin sepenuhnya ke yang menilai itu juga sih, mungkin awak media juga salah, karena hanya menyuguhkan pemberitaan "setelah terjadi sesuatu" yang memberikankan dampak buruk tanpa memperlihatkan proses atau tindakan sebelum kejadian itu.

    sebagai masyarakat biasa kita cuma bisa berpikir, jangan sampai terpengarus sama pemberitaan yang ga tau kejelasannya.

    BalasHapus

Daisypath Anniversary tickers