Lorong-lorong, istana Knossos
(Strapies Eridhu)
Janr 7th 528 Hersten
“Lon Fruen!” (Tuan Muda!)
Vortigrn
berkelit dari tangan-tangan yang terjulur dan berhasil melarikan diri ke lorong
istana Knossos yang rumit. Bocah berumur 8 tahun itu menggerakkan kakinya
secepat yang ia bisa, terpompa oleh jeritan Pengasuhnya yang semakin kecil
ditelan jarak. Boots yang ia gunakan berdetak-detak di lantai baja, suara dan
kehadirannya membuat semua orang yang ia lewati di sepanjang lorong menoleh
heran, lalu tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepala.
Sebuah suara
yang berat dan sepasang tangan menangkap tubuh kecil Vortigrn. Entah sejak
kapan, tiba-tiba saja kakinya tak lagi menjejak tanah. Vortigrn tertawa saat
menyadari dirinya kalah, dan menoleh untuk melancarkan ‘jurus andalan’nya agar
lolos dari masalah dan ceramah, tatapan-polos-tak-berdosa.
“Istana ini
membosankan, Hidias-eth[ii].”
Gerutu Vortigrn. “Tidak ada anak seumuran saya yang bisa diajak bermain di
sini. Apalagi
sejak Mickey dikirim ke strapies
Egypt. Saya benar-benar bosan, Hidias-eth. Entah mengapa, Guru dan Pengasuh
saya memiliki kecendrungan besar untuk menambahi kebosanan itu.”
Terdengar
suara tawa dari sebelah Vortigrn, dan sosok lelaki bertelanjang dada muncul. Tidak
seperti Hidias yang kharismatik dan kebapakan, lelaki itu terlihat sangat
santai dan acuh dengan celana pendek bermotif bunga. Namun keramahan dan antusias di matanya entah mengapa selalu berhasil
membius Vortigrn. Cliod, salah satu anggota Alfprimr, mengangkat tangannya yang
besar dan mengacak-acak rambut Vortigrn dengan sayang.
"Tidak
punya teman bermain, heh?” dengus Cliod geli. “Kau kan selalu dikelilingi
lalat-lalat kecil yang berharap bisa kecipratan untung dari posisimu sebagai
anak Cent-Rion, cucu Adadnr. Kau ini Pangeran umat manusia. Tentu saja
seharusnya kau tidak kekurangan teman bermain. Itu sih kalau kau masih bisa
berharap diantara mereka ada yang tulus ingin berteman denganmu.”
"Cliod!”
geram Hidias kesal. “Karena ucapan omong kosongmu itu anak ini
tumbuh menjadi pribadi sinis.” Maki Hidias. Vortigrn bengong menatap pertengkaran keduanya.
Padahal Hidias yang selalu kalem itu tak pernah terlihat kesal selama ini.
“Aku selalu
berkata jujur. Kau bisa melihat hingga ke dasar hatiku, kan?” kekeh Cliod. “Aku
tidak sudi jika Vortigrn dimanfaatkan lalat-lalat itu. Ia hanya harus tahu
bahwa itu semua kenyataan yang harus ia hadapi sebagai seorang Fruen!”
“Tapi…”
“…Hidias-eth,
Cliod-eth, sudah cukup!” seru Vortigrn memotong, sebelum keduanya bertengkar
dan berubah wujud, lalu menghancurkan lorong yang dipenuhi lukisan berharga ini
dengan kekuatan masing-masing. “Saya sendiri yang memilih untuk tidak berteman.
Mereka semua membosankan dan tidak tulus. Saya juga tidak akan menjadi pribadi
sinis. Saya masih punya harapan bahwa saya akan bertemu sahabat sejati saya,
suatu saat nanti.”
Vortigrn
bingung saat keduanya terpaku dan menatap dirinya dengan mata berkaca-kaca.
“Aduh,
Vortie ini!” Cliod langsung menarik Vortigrn ke dadanya yang dipenuhi rambut.
“Sekarang aku tahu kenapa Allaric-rion yang alergi pada hubungan itu bisa jatuh
cinta padamu pada pandangan pertama.”
“Hush! Yang
kau bicarakan itu pimpinan kita, Cliod!” dengus Hidias. Vortigrn menyerengit
heran saat memandangi wajah lembut Hidias dari lebatnya rambut dada Cliod.
Memangnya apa sih, yang sudah ia lakukan?
“Memangnya ada apa denganku, Hidias?”
Sebuah suara
berkarisma yang berat dan dalam memenuhi udara. Cliod dan Hidias menegakkan
diri dan memberi hormat pada sosok luar biasa yang baru saja muncul di ujung
lorong tempat mereka berada. Cent’Rion Allaric berdiri disana, diiringi dua
pengawalnya yang terpercaya.
“Lon Rion!” (Jenderalku!)
Vortigrn
menatap ayahnya dengan mata berbinar-binar. Siang itu ayahnya terlihat luar
biasa mengesankan dalam seragam militernya yang indah, armor yang terbuat dari
campuran berlian dan logam tersolid. Jubahnya yang terbuat dari jalinan benang
perak dan serat laba-laba tersampir indah di bahunya.
Namun
terlepas dari seragam yang selalu menarik untuk diperhatikan itu, bagian paling
luar biasa dari ayahnya justru wajah dan kepribadiannya itu sendiri. Ayah
Vortigrn sangat tampan, nyaris mustahil membayangkan ada manusia dengan
ketampanan membius seperti dirinya. Rambut keemasan terang berkilau, mata biru
yang dalam, dan tubuh yang sempurna. Charisma kuat yang menguasai detak
jantung, wibawa yang menekan nafas saat menyadari kehadirannya, dan sosoknya
yang menguasai namun menyenangkan seperti pemurni udara.
“Kabur lagi dari istana bagian Selatan, Vortigrn?” sapa ayahnya sembari
mengulurkan tangan. Vortigrn melompat ke pelukan ayahnya dan berteger nyaman di dada
bidang namun dingin karena balutan berlian itu.
“Maafkan
saya, Ayah.” Lirih Vortigrn. Tentu saja ia tak pernah mencari-cari alasan untuk
‘selamat’ di hadapan sosok mengesankan ini.
“Padahal,
jika saja kau tetap berada di kamarmu dan mendengarkan Pengasuhmu, kau pasti
sudah siap untuk ikut dengan ayah dalam perjalanan kali ini, Vortigrn.
Keisenganmu telah menunda perjalanan kita.” Ucap ayahnya geli.
“Apa??”
Vortigrn tersentak kaget. “Ayah mengajak saya untuk ikut berpergian!?” bocah
itu ternganga hebat. “Tidak mungkin! Hukum melarang semua ethruscan[iii]
seperti saya keluar dari strapies—untuk keselamatan nyawa kami sendiri!”
Suara derai tawa dari lelaki-lelaki itu memantul di seluruh dinding.
"Jadi sebenarnya selama ini kau belajar, ya, Vortie?" tawa Cliod.
"Kau meremehkan Vortigrn, Cliod." Dengus Hidias. "Guru
Vortigrn memberitahuku bahwa ia telah menghafalkan semua hukum ethruscan dan argonts hanya dalam dua bulan, hingga ke titik dan komanya."
Ayah
Vortigrn menatap dalam puteranya yang masih terpana.
“Kembalilah
ke kamarmu. Jika kau tidak berada di ruanganku dalam sepuluh menit, ayah anggap
kau tidak tertarik dengan kemurah-hatian ayah kali ini, Vortigrn.”
Tanpa
menunggu sedetikpun, kaki Vortigrn telah kembali menapaki lorong-lorong Knossos
secepat yang ia mampu.
CERITA SEBELUMNYA : (Part 2)
CERITA SELANJUTNYA : (Part 4)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar