sumber gambar disini |
Berapa lama lagi umurmu yang tersisa?
Satu tahunkah? Dua, atau mungkin lima? Atau justru hanya terhitung
bulan?
Seiring pertambahan umurmu, seiring makin dekatnya waktu yang
sudah kita perkirakan sebagai ‘saat kepergianmu’, aku tak kunjung mampu merasa
ikhlas…
Kamu sudah ada sejak aku dilahirkan di dunia ini. Kamu adalah
orang yang paling dekat sekaligus selalu ada jika kubutuhkan. Kamu adalah
tempatku berlari setelah lelah. Tempatku berteduh setelah diserang panas. Kamulah
yang menyelimuti disaat dingin malam menyapa. Kamu yang berada di sisiku saat
aku tertawa dan menangis. Kamulah yang satu-satunya bisa membacaku. Yang mengerti
aku secara keseluruhan. Yang menerimaku apa adanya tanpa mempertanyakan.
Sebanyak apapun kamu mengecewakanku, sebanyak itu jugalah aku
mengecewakanmu. Mungkin kamu pernah meninggalkan dan menampikkanku di saat aku
begitu membutuhkanmu. Tapi tak apa, itu semua hanya membuktikan bahwa kau juga
manusia. mungkin kau pernah menyakitiku dengan kelemahanmu, tapi yang aku tahu,
kau tak akan pernah bisa sengaja berbuat seperti itu.
Aku menyayangimu. Begitu mencintaimu.
Walau terkadang masih tersisa ribuan tanya ‘mengapa’, semakin lama
aku semakin memahami kekuranganmu. Walau dulu aku sempat begitu merasa kecewa
padamu, saat ini aku dipenuhi rasa bangga dan bahagia telah memiliki seorang
kamu dalam hidupku.
Mengapa aku mempertanyakan beberapa kesalahanmu di saat kamu telah
memberiku berjuta-juta hal lain yang sungguh luar biasa?
Tanpamu, aku tak akan ada di dunia. Tanpamu, aku tak akan pernah
jadi seseorang yang seperti sekarang. Tanpamu, aku tak akan menemukan tempat
berpulang. Tanpamu, aku tak tahu siapa yang bisa aku jadikan tempat berkeluh di
saat semua orang meninggalkanku.
Lalu bagaimana jadinya aku tanpamu?
Kepergianmu itu pasti. Mungkin bukan hari ini, bukan besok, namun
sebentar lagi. Kita berdua telah tahu, karena anugrah yang telah dilimpahkanNya
pada kita.
Tapi mengapa aku tak kunjung ikhlas? Kenapa aku terus takut? Takut
kehlanganmu, takut tak bisa mendengarmu, tak bisa merasakan kehadiranmu?
Aku dilahirkan untuk banyak alasan. Dan salah satunya, untuk
membahagiakan dan membanggakanmu. Sudahkah aku melaksanakan itu? Bahagiakah kamu
denganku? Banggakah kamu dengan semua pencapaianku?
Tahukah kamu aku melakukan semua pencapaian dan keberhasilan itu
untukmu? Agar kamu merasa bangga dan bahagia? Agar kamu bisa mengucapkan namaku
dengan bangga pada setiap orang yang mau mendengar? Agar foto dan pialaku bisa
kamu pajang di rumah kita? Agar aku pantas kamu rindukan?
Tahukah kamu? Betapa besar aku mencintaimu?
Aku akan payah tanpamu, sungguh. Yang menguatkanku hanyalah
kepercayaan bahwa setelah kau tinggalkan aku, kau masih akan mengawasiku. Untuk
alasan itulah aku akan terus berjuang meski tak bisa kau semangati lagi.
Aku takut. Sungguh takut suatu hari kau akan benar-benar pergi.
Aku takut ramalan itu benar dan kau tak akan ada di sisiku saat
aku tersenyum dilamar menjadi istrinya. Aku takut tak ada omelanmu saat aku
sibuk mengurusi penikahanku. Aku takut kau tak bisa membantu menjelaskan resep
makanan andalanmu. Aku takut kau tak bisa membocorkan rahasia manajemen
keuangan keluarga padaku yang boros ini. Aku takut kau tak bisa menjelaskan
padaku bagaimana mengurusi bayi.
Aku takut. Aku takut. Aku takut apa aku bisa menghadapi begitu
banyak hal tanpamu.
Aku takut kau tinggalkan. Aku takut ada di dunia yang tanpa-kamu.
Aku takut aku tak bisa bangun setelah roboh karena kepegianmu,
Mommy…
Tuhan, bisakah aku meminta sedikit waktu saja lagi? Hingga hati
dan akal ini benar-benar siap untuk mengakui bahwa kepergiannya merupakan hal
yang paling baik?
doa dan usaha tiada henti dapat dengan mudah mengalahkan sang takdir..believe that!!
BalasHapus@nandi: iya sayaang :) semoga dengan usaha serta doa bisa mengubah sesuatu yaa..
BalasHapusHidup kita untuk kembali mati
BalasHapus