(Illustrasi doang, sumber gambar disini) |
Howwwdy readers!
Malam ini gue kembali akan menceritakan pengalaman horror nyata
gue dalam seri HorrorFact lhoo! ^^
Kisah ini sudah terjadi lamaaa~a sekali, sepertinya sekitar 12
tahun-an lalu mungkin. Atau lebih? Yang pasti gue masih SD saat itu.
Kala itu, si emak, gue, dan adek gue yang item—Andar, pergi ke
solo bersama Bunda (adek cewe emang gue) untuk mempersiapkan pernikahan si oom
(adek cowo emak gue). Kami berempat dan sang mempelai pria berangkat lebih dulu
untuk mempersiapkan villa yang nantinya akan disewa untuk ditempati seisi
keluarga besar kita.
Nah, di villa inilah pengalaman horror gue dan keluarga gue
dimulai.
Villa itu letaknya deket banget dengan rumah mempelai perempuan
(yg sekarang jadi tante gue itchuu >.<), sehingga dinilai strategis. Dan kita
sudah memesan villa itu sebelum kita datang, jadi saat sampai di tujuan, kita
diberi kunci, lalu masuk ke dalam seakan-akan itu rumah sendiri (padahal
biasanya pemilik villa men-tour guide-kan dulu kan ya? Nah ini nggak).
Kejadian horror sudah dimulai sejak pintu depan terbuka dan kami
berlima masuk.
Villa itu besar dan bentuknya segi empat, dari luar, bentuknya aja
udah serem, mana kami tiba di villa itu malam hari pula. Penerangannya ga cukup
dan samar-samar gue melihat si emak dan si om (yang juga punya semacam bakat)
udah mulai resah setibanya di tempat ini.
Tapi ya mau gimana. Kami sudah mesan tempat gitu lho. Lagian 2
hari lagi keluarga besar tiba, dan villa ini sudah harus siap sebelum para
bayi, nenek dan kakek, serta keluarga lain sampai!
So, kami masuk juga ke villa horror ini.
Saat itu om gue dan si emak masuk deluan. Dan dari luar, saat baru
aja membuka pintu, gue denger si emak teriak ‘Astaghfirullah’ sambil ngeliat
sesuatu yang gak terlihat. Si om dan si emak juga jadi pucat dan panik.
Nah lho, bau-baunya ada mistisnya nih.
Gue memandang si adek, lalu kita tertawa berbarengan. “Asyik! Seru
nih, ada hantu lagi.” Gue rasa di otak bocah kami sih yang terpikir demikian.
Kalo
lo nanya ‘kok ga takut sih?’ gue juga heran deh. Mungkin sakin terbiasanya gue
dan si adek sama hal-hal beginian kami saat itu sudah nggak takut kali ya?
Nah, ternyata (nantinya kita baru diceritain bahwa) saat si emak
dan om gue masuk, ada seorang kakek-kakek dengan rambut dan jenggot panjang
bewarna putih, dan memakai jubah bewarna perak-millenium (freak amat ini kakek)
yang melesat kencang dalam villa itu saat kami masuk.
Deskripsinya mirip Albus Dumbledore kan yak, padahal waktu itu
J.K. Rowling belom nulis soal Harry Potter lho. Hahaha. Dan ternyata ‘fashion’
ala penyihir gitu sudah ada di Solo. Wkwkwkwk.
Setelah itu om gue masuk lebih dalam menyusuri villa sementara
emak gue berbalik menghadap gue dan si adek.
“tutup mata ya nak, baca al-Fatihah yaa..” kata emak gue. Saat kami
menutup mata dan membaca al-Fatihah, emak gue pun berkonsentrasi membaca
sesuatu, dan seperti ada yang hangat-hangat di ubun-ubun kami yang beliau
pegang.
Proses ini disebut ‘mempagari’. Seperti menyelubungi seseorang
dengan kekuatan kasat mata agar tidak mempan dirasuki. Soalnya pihak-pihak
lemah seperti bayi dan bocah itu kan sensitif, jadi membutuhkan perlindungan
lebih.
Setelah mempagari gue dan si adek selama 3 menitan, si emak
berbalik dan menyusul si om ke dalam villa, sementara gue dan si adek dijaga
oleh Bunda.
Villa itu sebenarnya bagus lho. Bentuknya segi empat dengan kebun
dalam yang luas dan penuh tanaman. Jadi kesannya seperti donat berbentuk segi
empat gitu. Bangunannya cantik walau seram, dan sekalipun luas, penerangannya
minim dan ga niat. Ya jelas aja banyak hantunya. Setan kan memang suka dengan
tempat yang kotor, lembap, dan gelap.
Di villa itu juga ada tiga sangkar burung yang masing-masing
berisi satu burung perkutut. Dan mereka terus mengeluarkan bunyi walaupun itu
tengah malam. Memang sih, binatang seperti anjing, kucing, burung, dan kuda itu
sensitif dengan makhluk halus. Jadi jika mereka mengeluarkan bunyi mencurigakan
di tengah malam, itu berarti mereka melihat makhluk halus.
Dan si tiga burung ini terus mengadakan konser dengan volume
maksimal sejak kami masuk.
Kebayang kira-kira se’sibuk’ apa villa itu bagi mereka?
Nah, saat si om dan si emak menyusuri villa, mengecek satu persatu
ke ruangan, gue dan adek gue ga mau ketinggalan ‘petualangan seru’ ala
Petualangan Sherina (tapi versi horror-nya) dong! Gue dan si adek meninggalkan
bunda kami yang ketakutan lalu menyusul si emak dan si om yang sudah jauh ke
depan.
Si emak dan si om sudah seperti ‘pemburu hantu’ yang di televisi
gitu. Wkwkwk. Mereka berdua mengarahkan telapak tangannya ke udara seperti
tengah meraba sesuatu yang tidak ada, dengan wajah waspada. Mereka berjalan
berhati-hati sembari menyusuri villa seakan tengah berperang dengan makhluk
kasat mata.
Saat itulah tiba-tiba si emak yang tengah berjalan membeku seperti
patung, lalu berteriak “Don! Tolongin kakak! Kakak ga bisa bergerak!!” jerit
emak gue panik. Maka om gue cepat-cepat berbalik menuju si emak. Gue kirain mau
diapain, tapi ternyata hanya ‘PLOK!’ emak gue ditepok bagian bahunya
keras-keras, lalu beliau sudah bisa jalan lagi.
Ternyata saat itu emak gue ‘dikunci’ oleh salah satu makhluk halus
disana hingga tak bisa bergerak.
(O.O) wooow! Kayak mantra pembeku di Harry Potter ga siih? Keren yak!
Nah, petualangan berlanjut, dan gue serta si adek kini menyusul si
om yang tengah berlompatan—bertarung dengan entah apa di dalam salah satu
kamar. “Ah! Masuk ke sisir! Masuk ke sisir!” seru om gue sembari melompat ke
kasur, dan memandangi lemari yang terletak di ujung kamar.
Gue dan si adek yang nggak mengerti (apa pula yang masuk sisir) hanya
bisa melihat om kita loncat-loncat seperti tengah main power-rangers-an. Asyik sendiri
gitu. Yang kita nggak tahu dan nggak bisa lihat adalah, di kamar itu sebenarnya
om kita ga sendirian, tapi lagi bersama salah satu tuyul di villa itu.
Muahahaha.
(Illustrasi doang, sumber gambar disini) |
Lalu gue dan si adek menyusul si emak yang kini lagi patroli ke
kamar paling ujung. Sesaat kemudian, si emak dan si om sudah selesai
melaksanakan ‘patroli’nya. Kami mengambil ‘base camp’ di salah satu kamar,
menggotong kasur dari kamar lain lalu tidur berlima disana.
Sebelumnya gue dan si adek dimandikan agar bersih (bukan ritual
kok, tenang aja. Wkwkwk. Mandi beneran ini), diberi piyama, lalu kami tidur!
Malam itu resah. Si om belum tidur dengan mata terbuka, sementara
bunda gue terus membaca al-Quran. Gue, si emak, dan adek, tidur di atas tempat
tidur sementara si om dan bunda tidur di kasur tambahan di lantai. Gue dan si
adek tidur mengapit si emak, dan dengan cepat si emak tidur seakan kecapaian.
Lalu tanpa diduga, emak yang sedang gue peluk erat itu tiba-tiba
saja berteriak keras banget dan meronta-ronta kesakitan.
Kaget, njiiiiir. Lo bayangin aja lo lagi meluk orang trus
tiba-tiba orang yang lo peluk tengah malam teriak keras banget seakan kesakitan—padahal
lagi tidur lho!
Di point inilah gue dan si adek baru ketakutan. Kita takut emak
kita kenapa-kenapa karena segala cara yang kita kerahkan untuk membangunkannya
ga mempan! Emak gue ga bisa bangun walau sudah digoyang-goyang dan diteriaki.
Sementara itu, bunda gue terus membaca al-Quran dengan suara lebih
keras, sementara si om bangun dari kasurnya. Awalnya gue kira mau nolongin si
emak atau do somethinglah. Tapi beliau malah menyambar sapu lidi di sudut
ruangan, pergi ke luar kamar, lalu ‘ctaaar!! Ctaaar!!’ om gue memukuli sesuatu
dengan sapu lidi.
Saat itulah tiba-tiba emak gue sadar lagi. Tiba-tiba saja matanya
kembali membuka dan kali ini melotot besar-besar. Nafasnya tak beraturan seakan
baru saja lari marathon keliling kota. Sementara di luar kamar om gue masih
memukuli sesuatu, emak gue kembali tenang dan meminta maaf karena sudah membuat
gue dan si adek takut.
Usut punya usut, ternyata saat tidur, arwah emak gue diseret sama
tuyulnya—yang ternyata menunggu di luar kamar. Disini gue jadi mikir kalo
ternyata saat tidur, arwah kita juga bisa jalan-jalan ya? Nah, saat itulah om
gue keluar dan memukuli si tuyul dengan sapu lidi hingga doi kabur.
Dan horror malam itupun usai (menghembus nafas lega).
Besoknya pun keluarga besar datang. Kali ini setiap bayi dan
anak-anak dipagari oleh emak gue. Peristiwa horror ini dengan segera diabaikan
sementara karena persiapan pernikahan semakin dekat. Si om yang tadinya jadi
ghosthunter pun kini sudah harus serius menjabat sebagai mempelai pria.
Dan diantara kesibukan itulah si tuyul menggasak uang emak gue
hingga hilang 1,5 juta. Terang aja emak gue nangis-nangis karena saat itu
kondisi keuangan kami juga lagi sulit eeeeh, si tuyul enak banget ngambilin
duit emak gue.
Seusai pernikahan, kami sekeluarga cepat-cepat kembali ke Jakarta
dengan tiga mobil.
Happy end?
Tunggu dulu.
Ternyata sakin dendamnya karena ‘diperangi’, dua tuyul ini
ngikutin kami dong!
Saat itu gue lagi berada di mobil, dan dua om gue di depan
tiba-tiba aja membicarakan sesuatu yang sebenarnya horror dengan gaya bicara
tidak lebih santai dari pembicaraan soal cuaca.
“Eh kita diikutin lho! Sama dua tuyul yang itu.”
“Pake apa ngikutinnya? Di mobil?”
“bukan, ituuu, pakai semacam permadani terbang gitu. Hahahhaa.”
Kedengarannya semacam bercanda? Iya, soalnya pake ketawa gitu
padahal bahasannya horror yak. Tapi ini serius kok. Disini gue baru nyadar
lagi. Ternyata sinetron lawas ‘Tuyul dan Mbak Yul’ plus ‘Jin Dan Jun’ itu nggak
lebay lho. Di dunia nyata juga permadani terbang begituan ada! Huahahahaha.
“terus mau diapain?”
“nantilah, dibuang aja.”
-________- dibuang? Ehhhmmm…
(< sbnarnya nggak mengerti)
Di perjalanan itu, emak gue nangis terus. Kesel, barangkali. Terutama
karena tiba-tiba saja emak gue dapet tamu bulanan, nggak bisa shalat pula, maka
kekuatannya menurun drastis. Dia jadi nggak bisa terlalu melindungi lagi.
Setelah itu kami menepi untuk makan siang di restaurant. Disini kami
masih biasa aja, ketawa-ketawa. Hanya saja saat balik lagi ke parkiran, gue
melihat suami salah satu tante gue (yang juga punya kekuatan) tengah
mengarahkan tangannya pada mobil yang kami tumpangi dan berkonsentrasi penuh.
“Oom lagi ngapain??” gue ingat kalau gue bertanya dengan tampang
(sok) lugu.
“Nggak apa-apa kook.” Jawab entah-siapa (gue lupa).
Saat om gue selesai dan kami kembali melanjutkan perjalanan, gue
baru tau dari hasil mendengar bahwa tuyulnya sudah ‘dibuang’ ke restaurant
tadi. Widih, kasian banget. Gimana nasib si tuyul setelah dibuang ke sana ya? L dia jadi
anak ilaaang. Jadi tuyul yang ilaaang. Dibikin sinetron bisa kali yak.
Tapii, ternyata tuyul yang satu lagi masih bisa mengikuti kami!
(dan inipun mulai ditanggapi dengan lebih serius dari sebelumnya) alhasil kami
menepi untuk shalat di sebuah mesjid—dan entah bagaimana, gue juga ga tau, si
tuyul ini menghilang.
Dan dengan demikian, dunia kembali aman.
Gue penasaran sih dengan nasib dua tuyul itu. Kemana ya mereka. Dan
gimana nasib mereka. Apa mereka bisa pulang lagi? (anjir, hati gue baik abis)
Ternyata pemilik villa itu memang jahat. Dia menyewakan villa itu
dan ‘mencuri’ uang dari tamunya dengan menggunakan tuyul-tuyul ini. L dan saat om
gue memukuli tuyulnya, dia juga kesakitan (kalo tuyul kena apa-apa kan, tuannya
yang ngerasain) sehingga dendam sama keluarga kami.
Tapi yah, cerita itu sudah 12 tahun lebih(?) berlalu. Alhamdulillah
sejak saat ini nggak ada gangguan lagi dari si pemilik villa maupun makhluk
sejenis. J
kyaa~~~ tuyuuulll >_<
BalasHapuswkwkwkwk. udah takut kok msih dibacaaa. hahaha
BalasHapusmuantepp nih,,
BalasHapusseruu ceritanyaa, tapi kok saya jd pngen punya 'ilmu' kaya emak ya... hhehehee..
:D
@unni: layaknya amanah, 'bakat' si emak itu bebannya beraaat banget mbak. makanya aku disuruh latihan buat ngasah 'bakat' juga agak takut. hahaha.
BalasHapusiya juga y? apalagi klo agak penakutt ky sayya :D
BalasHapushhahaha,
yg kaya gitu , bakatnya menurun y ??
oh, iy , salam kenal y , thanx for following me, i've foldback :D
@unni : iya mbaaak :(( kadang ngerasa kalo 'ditepis' kayak ga ngehargain anugrah Allah ya mbak. tapi kalo diasah kan juga.. waaargh.. galau #showeran
BalasHapuswah serem juga ya kalo sampe diikutin pulang gitu:D
BalasHapus